Suara.com - Ada ungkapan kewajiban anak hanyalah bermain dan belajar, tapi ia tidak wajib bekerja apalagi sampai kegiatan lain terabaikan. Itulah mengapa negara melarang anak berusia di bawah 18 tahun menjadi pekerja.
Tapi dengan aturan ini bukan berarti orangtua tidak bisa meminta bantuan anak. Menurut National Programme Officer International Labour Organization (ILO) Irham Ali Saifudin, orangtua perlu tahu beda pekerja anak dan anak yang bekerja.
"Sebenernya harus dibedakan antara pekerja anak dan anak yang bekerja. Kalau yang dilarang itu pekerja anak atau anak menjadi buruh," ujar Irham peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, Sabtu (12/6/2021).
Sehingga dengan begitu, apabila orantua sekedar meminta bantuan anak, tidak masuk dalam kategori mempekerjakan anak. Selama anak tersebut masih bisa mendapatkan hak dan bisa menjalani kewajibannya.
Baca Juga: Bikin Terenyuh! Momen Perpisahan Anak Pamit Pergi, Ayah Menangis Sesenggukan
Hak anak adalah mendapatkan pendidikan, kasih sayang dan perlindungan bukan hanya dari orangtua tapi juga dari lingkungan tempat anak tumbuh.
"Kalau orangtua meminta bantuan anak meminta mengerjakan sesuatu itu tidak bisa disebut sebagai pekerja anak," tutur Irham.
Irham juga menambahkan selama anak tetap bisa mendapatkan pendidikan di sekolah, dan bermain dengan teman sebayanya. Kemudian orangtua meminta bantuan saat anak sedang tidak melakukan kewajibannya, maka itu termasuk kategori anak yang bekerja.
"Anak yang bekerja adalah yang bekerja itu masih mendapatkan akses terhadap dunia pendidikan, pembatasan jam kerja, dan jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan tidak membahayakan anak baik secara moral maupun fisik atau yang lainya," pungkas Irham.
Sementara itu Indonesia melarang praktik pekerja anak, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 68.