Suara.com - Obat antibiotik bukan barang baru bagi masyarakat. Meski tanpa resep dokter, beberapa antibiotik bahkan bisa dibeli bebas di apotik.
Walaupun terasa ampuh obati penyakit dan mudah didapat, antibiotik tidak boleh dikonsumsi sembarangan. Karena bisa sebabkan Resistensi Antimikroba (AMR). Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter (overuse & misuse) merupakan salah satu penyumbang terbesar angka AMR di dunia kesehatan.
Berdasarkan data WHO, penggunaan antibiotik meningkat 91 persen secara global dan meningkat 165 persen di negara-negara berkembang pada periode 2000 – 2015 sehingga menjadikan AMR salah satu dari sepuluh ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia.
"Banyak pasien berusaha mengobati penyakitnya sendiri dan bahkan membeli obat termasuk antibiotik di apotek dan setelah penyakitnya memburuk, baru berkonsultasi ke dokter atau layanan kesehatan. Hal ini yang sering menyebabkan kuman menjadi resisten dan menimbulkan beban biaya menjadi lebih besar," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dr. dr. Erwin Astha Triyono, Sp.PD, K-PTI., dalan webinar Eugenia Communication, Kamis (10/6/2021).
Baca Juga: Awas, Kebanyakan Konsumsi Antibiotik Bisa Bikin Vagina Infeksi
Ia menyayangkan masih ada masyarakat yang menganggap bahwa setiap penyakit harus diobati dengan antibiotik. Padahal banyak penyakit infeksi khususnya yang disebakan oleh virus sebenarnya bersifat self-limiting disease, sehingga lebih banyak memerlukan istirahat dan nutrisi yang baik.
Dokter Erwin mengingatkan bahwa masyarakat perlu menggunakan antibiotik secara bijak, rasional, dan tuntas supaya angka kesembuhan meningkat. Juga mengurangi lama rawat inap, angka kesakitan dan kematian, pembiayaan, penularan kepada orang lain dan mencegah resistensi.
“Masih perlu upaya bersama untuk mengendalikan penggunaan antibiotik. Budaya menggunakan antibiotik yang bijak perlu ditunjang sistem promosi dan edukasi yang berkelanjutan. Jumlah tenaga ahli mikrobiologi atau patologi klinik perlu ditambah dan didistribusi secara merata di seluruh wilayah Indonesia," paparnya.
Dokter Erwin mengatakan bahwa kelengkapan alat-alat mikrobiologi dan standarisasi nasional serta keteraturan melakukan update pola resistensi kuman sangat diperlukan. Revisi tata laksana penggunaan antibiotik perlu dilakukan secara berkala.
“Selain meningkatkan peran semua pihak, termasuk pemerintah serta swasta untuk mendukung program pengendalian resistensi antibiotik, peningkatan implementasi program di semua fasilitas kesehatan juga penting untuk dilakukan,” pungkasnya.
Baca Juga: Selalu Perhatikan, Warna Air Mani Dapat Menunjukkan Kesehatan Anda