Suara.com - Jumlah perokok anak di Indonesia yang kian meningkat harus segera diupayakan langkah pencegahannya, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dan upaya ini harus berjalan dengan konsisten dengan penuh kedisplinan.
Saat ini, prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Angka ini diproyeksikan bisa naik sampai 15,95 persen pada 2030, apabila tidak ada upaya pencegahan kuat dari pemerintah.
Beragam bentuk intervensi untuk menekan perokok anak pun semakin marak dilakukan, salah satunya oleh Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO). Pihaknya telah menggelar berbagai program kampanye Cegah Perokok Anak yang dijalankan mandiri, termasuk juga bersama dengan peritel dari APRINDO.
Mengutip siaran pers yang diterima Suara.com, Abdul Rochim selaku Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, mengatakan bahwa kampanye edukasi lintas platform yang diusung GAPRINDO berperan sebagai katalis guna mendorong kesadaran masyarakat mencegah paparan produk rokok bagi anak di bawah umur.
Baca Juga: Sedih! Angka Perokok Anak di Indonesia Naik Lagi
Kampanye Cegah Perokok Anak yang diinisiasi sejak Desember 2020 lalu juga mendapat sambutan dan respon positif dari masyarakat. Dukungan publik tercermin dari jumlah pengunjung wesbite www.cegahperokokanak.com yang mencapai hampir dua ribu pengunjung.
Pada survei persepsi yang dilakukan GAPRINDO, yang diisi oleh ratusan responden dewasa yang berasal dari beberapa kota di Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Medan, Denpasar, Kalimantan, dan Sulawesi, 90 persen responden sepakat bahwa edukasi terbaik untuk menekan perokok anak adalah pendekatan kepada orang tua dan guru, serta perlunya lebih banyak informasi soal risiko merokok di usia dini yang mudah dimengerti oleh anak.
Ketua GAPRINDO Benny Wachjudi menuturkan, sampai dengan pertengahan tahun 2021, animo masyarakat yang berkunjung ke portal informasi Cegah Perokok Anak terus meningkat.
“Menariknya, para orangtua paham bahwa kontrol terbesar justru ada pada diri masing-masing anak. Peran orangtua untuk mengarahkan, agar anak secara sadar menghindari pengaruh dari lingkungan, bahkan efek sosial media. Tujuan edukasi seperti ini kami rasa sangat relevan dengan kondisi mayoritas keluarga di Indonesia,” kata Benny.
“Pengawasan yang dilakukan individu dewasa di lingkungan tempat tinggal harus dibangun sejak dini, karena sebesar apapun jargon-jargon yang dipasang, jika tidak dibarengi dengan ketegasan dan kedisiplinan publik dalam saling menjaga, tentu akan percuma. Apalagi, anak dan remaja di bawah umur punya rasa ingin tahu yang tinggi yang semakin dilarang justru semakin penasaran. Lantas, pembiaran ini mau sampai kapan kalau yang dewasa juga acuh pada sekitar,” lanjutnya.
Benny melanjutkan, “Peruntukan produk tembakau jelas untuk konsumen dewasa, dalam proses distribusi dan penjualan ke pengecer pun, para anggota kami selalu mengingatkan para pedagang untuk selektif pada pembeli. Selain itu, kami mematuhi aturan-aturan pemerintah yang diatur dalam PP 109 Tahun 2012. Namun, aksi ini masih butuh peningkatan dan pengawasan di kelompok masyarakat terkecil, dan inilah yang sedang kami jalankan.”
Baca Juga: Kebijakan Harga Rokok 85% dari Harga Banderol Gagal Diterapkan