Suara.com - Secara tidak sadar, mempermalukan orang gemuk menjadi cara umum yang dianggap efektif dalam mempromosikan perilaku sehat atau program penurunan berat badan. Bahkan, pusat kebugaran menggunakan fat shaming sebagai strategi pemasaran.
Bias anti-lemak sangat umum di seluruh dunia, dengan orang-orang gemuk mendapat stereotip negatif dan diskriminasi langsung karena ukuran tubuh mereka.
Penelitian baru yang dilakukan di enam negara berbeda ini memperjelas bahwa mengalami stigma terkait berat badan justru tidak mendorong orang untuk terlibat dalam perilaku yang lebih sehat, menurut Psychology Today.
Sebaliknya, dipermalukan atau diperlakukan secara tidak adil karena berat badan dikaitkan dengan lebih banyak mengonsumsi makanan yang tidak sehat, lebih sedikit olahraga, dan lebih banyak stres.
Baca Juga: Siap Hadapi Logan Paul, Mayweather Sebut Berat Badan Tak Jadi Masalah
Responden survei (sebanyak 14 ribu orang dewasa dari enam negara) yang pernah mengalami stigma tentang berat badannya cenderung menggunakan makan sebagai metode untuk mengatasi emosi negatif mereka.
Selain itu, mereka juga cenderung menghindari pusat kebugaran karena merasa dipandang jelek atau dihakimi, serta mengalami tingkat stres umum yang lebih tinggi.
Stigma juga dikaitkan dengan perasaan kurang mampu dalam mengontrol pola makan dan olahraga.
Jadi, hasil dari studi ini jelas bahwa gagasan menggunakan kegemukan sebagai 'alat' motivasi penurunan berat badan kurang tepat.
Bertentangan dengan tujuannya, cara itu justru meningkatkan kemungkinan seseorang berperilaku yang mengarah pada penambahan berat badan.
Baca Juga: Meski Populer, Lima Asupan Berikut Tak Cukup Efektif Turunkan Berat Badan
Temuan dari studi baru ini selaras dengan penelitian lain yang mendokumentasikan bagaimana mengalami bias anti-lemak dapat meningkatkan disregulasi fisiologis dalam sistem kardiovaskular, kekebalan, dan metabolisme.