Suara.com - Memiliki pasangan yang menderita gangguan mental mungkin cukup sulit bagi beberapa orang. Tetapi dengan perasaan cinta yang ada, semua itu tentu dapat membuat keduanya menjadi kuat.
Sama halnya dengan seseorang yang menjalani hubungan dengan kekasih penderita gangguan bipolar, pengalamannya hampir sama traumatisnya. Fase depresi, yang merupakan salah satu gejala utama dari bipolar, juga dapat membuat pasangannya ikut merasa putus asa dan sedih.
"Penyakit mental, pada tingkat tertentu, adalah penyakit menular. Ini memunculkan emosi negatif yang sangat kuat dan perasaan terisolasi pada pasangan, yang berjuang keras 'menjauhkan' penyakit dari penderitanya," kata David Karp, PhD, profesor sosiologi di Boston College.
Dalam survei pada 2005 terhadap orang-orang dengan pasangan bipolar, lebih dari setengah peserta melaporkan bahwa gangguan mental pasangannya telah mengurangi kegiatan sosialisasinya, mengharuskannya memikul lebih banyak tanggung jawab rumah tangga, memaksanya mengambil cuti dari pekerjaan, dan menyebabkan masalah keuangan.
Para peserta juga mengaku bahwa kehidupan seksual mereka menurun saat pasangannya berada dalam fase mania atau depresi.

Saling membangun sistem dukungan
Psikiater di Klinik Cleveland, Adele Viguera, mengatakan banyak orang yang tanpa sadar mulai memasuki hubungan asmara dengan penderita bipolar berpikir kisah cintanya akan berjalan mulus.
"Mungkin mereka bertemu saat penderita sedang dalam fase hipomanik, tidak menyadari bahwa suasana hati bisa berubah," jelas Viguera, dilansir Health.
Faktanya, putus atau perceraian adalah hal umum dalam hubungan yang melibatkan gangguan bipolar. Meski penyakit ini tidak harus merusak hubungan, perpisahan hampir tidak bisa dihindari.
Baca Juga: Pemkot Bogor Prioritaskan Vaksin Untuk Orang Dengan Keterbelakangan Mental
Karenanya, kedua belah pihak atau masing-masing pasangan harus bekerja sama dalam mempertahankan hubungan tersebut.