Suara.com - Pada minggu ini, para peneliti di Israel melaporkan bahwa mereka telah menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin Pfizer-BioNTech Covid-19 dan kasus miokarditis pada pria muda.
Laporan tersebut menyimpulkan sekitar satu dari 5.000 pria yang menerima vaksin mungkin mengalami efek samping tersebut.
Namun, sejauh ini, data belum cukup kuat untuk membuktikan bahwa vaksin menyebabkan kasus radang jantung langka tersebut.
Sebab, para ahli mengatakan masih ada sejumlah faktor yang membuatnya sulit untuk menghubungkan miokarditis dengan vaksin Covid-19.
Baca Juga: Orang Tua Berperan Penting dalam Pencegahan Penularan COVID-19 pada Anak-anak
Apabila ada hubungannya, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar kasus miokarditis yang muncul pada orang yang baru divaksin bersifat ringan dan dapat diobati dengan obat anti-inflamasi, seperti steroid.
Alasan peneliti sulit menghubungkan miokarditis dengan Covid-19
Laporan Israel, yang penyusunannya dipimpin oleh kepala penyakit dalam Hadassah Medical Center di Yerusalem, Dror Mevorach, mengungkapkan lebih dari 110 kasus miokarditis di Israel terjadi sekitar waktu vaksinasi Covid-19, sebagian besar setelah suntikan kedua.
Mayoritas radang jantung ini terjadi pada laki-laki usia muda, dari 16 hingga 24 tahun. Tetapi dalam kondisi umum pun, pria yang lebih muda memang lebih mungkin terkena miokarditis daripada wanita, lapor Live Science.
Data dari rumah sakit tersebut juga menunjukkan tingkat kasus miokarditis dalam beberapa bulan terakhir lima hingga 25 kali lipat lebih tinggi dari catatan kasus pada tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Angka Harian Terendah Covid-19 di India, Tembus 120.000 Dalam Sehari
Menanggapi laporan ini, perusahaan pembuat vaksin Pfizer mengatakan bahwa vaksin mereka tidak ada hubungan sebab akibat dengan miokarditis.
Ahli penyakit menular di Orlando Health Arnold Palmer Hospital for Children, Alejandro Jordan-Villegas, mengungkapkan satu kesulitan menemukan hubungan antara vaksin dengan miokarditis adalah bahwa tingkat kasus sebenarnya di populasi umum tidak jelas.
Dokter berpikir bahwa angkanya sekitar dua hingga tiga kasus per 100.000 orang per tahun, tetapi bisa lebih tinggi karena kasus mungkin tidak dilaporkan.
"Itu membuat sulit mengatakan, 'apakah kasusnya benar-benar meningkat atau tidak'," kata Alejandro Jordan-Villegas.
Terlebih miokarditis itu sendiri biasanya disebabkan oleh infeksi virus, khususnya virus yang dikenal sebagai enterovirus. Di sisi lain, pada masa pusim panas ini dokter biasanya akan melihat peningkatan kasus enterovirus, sehingga sulit untuk membuat hubungan khusus dengan vaksin Covid-19.
Laporan Israel juga tidak memasukkan informasi tentang tingkat miokarditis pada populasi yang tidak divaksinasi. Padahal itu diperlukan untuk menunjukkan bahwa vaksin mungkin penyebabnya.