Suara.com - Long COVID menjadi ancaman baru di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
Untuk itu, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia meminta masyarakat untuk mewaspadai gejala Long Covid yang bisa saja menyerang pasien maupun penyintas meski telah dinyatakan negatif.
"Pasien COVID-19 perlu mewaspadai hal ini, meski gejala Long COVID bisa diatasi secara medis," kata dokter spesialis paru sekaligus Kabag Pembinaan Fungsi RS Bhayangkara R Said Sukanto Kombespol Yahya dalam siaran tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Yahya mengatakan dari hasil penelitian yang dilakukan memperoleh data, yakni 53,7 persen pasien merasakan gejala Long Covid selama satu bulan, 43,6 persen selama satu hingga enam bulan, dan 2,7 persen selama enam bulan lebih.
Baca Juga: Awas! Pasien Virus Corona yang Mudah Cemas Berisiko Alami Long Covid-19
Gejala yang ditimbulkan dari Long Covid ini, seperti pelemahan fisik secara umum, sesak nafas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan.
Selanjutnya, secara gender, kata Yahya, pasien laki-laki juga lebih besar peluangnya terkena efek Long Covid terutama bagi mereka yang merokok, selain yang bergejala berat.
"Biasanya pasien COVID-19 yang bergejala berat atau mungkin yang berhasil sembuh setelah dibantu ventilator, memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita Long Covid ini," katanya.
Yahya menambahkan salah satu faktor penting dari gejala Long Covid dipicu oleh kondisi psikologis pasien.
“Memang ada kelemahan seseorang, gampang cemas, gampang depresi, ini juga faktor yang membuat seseorang Long Covid," katanya.
Baca Juga: Terapi Aroma, Cara Ahli Aroma di New York Pulihkan Penciuman Penyintas Covid-19
Ia menyarankan pada saat perawatan maupun saat isolasi mandiri, apabila pasien merasakan gejala Long Covid setelah dinyatakan sembuh, mereka diminta untuk terus berkonsultasi dengan dokter.
Sementara itu, Ahli Virologi Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika menjelaskan semua jaringan tubuh manusia bisa terinfeksi oleh virus penyebab COVID-19 ini.
"Jadi Long Covid ini membuat pasien berisiko kerusakan jaringan tubuh dalam jangka panjang hingga menyebabkan gangguan respons imun dan gangguan saraf. Karena itu, mohon jangan lagi menganggap remeh COVID-19 ini," katanya.
Penyintas COVID-19, Cahyandaru Kuncorojati menceritakan, selain mengganggu kesehatan fisik, COVID-19 menyerang secara psikologis pasien.
“Waktu saya dirawat bersama istri dan dua anak saya yang masih kecil, saya memikirkan anak saya. Saya bertekad untuk segera sembuh agar anak saya yang masih usia dua tahun dan satu lagi tujuh bulan bisa segera saya pantau juga kesembuhannya,” katanya.
Setelah dinyatakan negatif gejala Long Covid berupa kehilangan penciuman dan pengecapan juga dialami Cahyandaru selama kurang lebih satu bulan. "Berangsur-angsur mulai kembali, tapi sampai sekarang indera penciuman saya tidak setajam dulu lagi," katanya.
Menyikapi kondisi itu, Yahya menyarankan agar pasien tersebut kembali melatih indera penciuman agar sensitivitasnya kembali pulih.
"Untuk pasien yang kehilangan kemampuan penciuman dan pengecapan memang perlu dibangkitkan lagi sensitivitasnya, seperti mencium bau-bau yang sangat menyengat seperti minyak kayu putih dan parfum yang sangat harum. Ini perlu dilatih setiap hari agar pulih secepatnya," kata Yahya.