Suara.com - Kelainan hipospadia pada kelamin bayi lelaki perlu secepatnya dilakukan koreksi atau perbaikan dengan operasi. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa membuat anak dianggap mengalami kelamin ganda atau Disorder Sexual Development (DSD).
Hipospadia sendiri adalah kondisi di mana uretra yang merupakan lubang keluarnya air seni, urin, maupun air mani tidak terletak di bagian kepala batang penis.
Anggapan DSD ini akan membuat anak saat remaja hingga dewasa kerap bingung, dengan perubahan fisik dan psikologi yang ambigu, apakah ia perempuan atau lelaki, yang akhirnya mengganggu kehidupan sosialnya.
Menurut Dokter Spesialis Urologi Siloam Hospitals ASRI, dr. Arry Rodjani, ini terjadi karena anak tersebut mengalami kondisi hipospadia berat.
Baca Juga: Hipospadia: Apakah Membuat Penderita Tidak Bisa Ereksi?
“Hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba baik satu sisi maupun keduanya, atau dengan kelamin ambigu, membutuhkan pemeriksaan genetik dan endokrin segera setelah lahir untuk menyingkirkan Disorder Sexual Development (DSD),” ujar dr. Arry dalam acara diskusi virtual beberapa waktu lalu.
Fenomena ini pernah terjadi pada salah satu mantan atlet voli putri Indonesia, Aprialia Manganang, yang mengalami hipospadia, dan harus hidup sebagai perempuan selama puluhan tahun lamanya. Padahal, ia ternyata seorang lelaki. Namun akhirnya ia menjalani operasi hipospadia untuk memperbaiki saluran (uretra) atau lubang kencing ke tempat yang semestinya.
Dr. Arry menjelaskan, melalui operasi hipospadia, dokter akan memperbaiki posisi saluran uretra sekaligus memperbaiki bentuk penis selaiknya penis yang telah disunat. Harapannya, penis penderita hipospadia bisa kembali lurus dan bisa ereksi.
"Lubang saluran kemih dibuatkan sampai mendekati ujung penis sehingga pasien bisa berkemih (buang air kecil), dengan aliran urine yang lurus ke depan saat posisi berdiri," pungkasnya.
Baca Juga: Sudah Remaja Tapi Belum Menstruasi Jadi Gejala Awal Hipospadia