Sekelumit Kisah Nakes dari India: Kerja Keras Pertaruhkan Nyawa, Tapi Tetap Bergaji Rendah

Jum'at, 04 Juni 2021 | 07:33 WIB
Sekelumit Kisah Nakes dari India: Kerja Keras Pertaruhkan Nyawa, Tapi Tetap Bergaji Rendah
Anggota keluarga Vijay Raju, yang meninggal karena penyakit virus corona (COVID-19), berduka sebelum kremasinya di tanah krematorium di desa Giddenahalli di pinggiran Bengaluru, India, Kamis (13/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Samuel Rajkumar/FOC/sa. [REUTERS/SAMUEL RAJKUMAR]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Melonjaknya jumlah pasien infeksi Covid-19 menyebabkan berbagai persoalan bagi para tenaga kesehatan di India. Terparah, sistem kesehatan India langsung mengalami tekanan berat.

Dengan gaji rendah, keadaan juga mendesak tenaga kesehatan bekerja tanpa alat pelindung memadai hampir 24 jam, karena kurangnya jumlah staf.

Para tenaga kesehatan itu pun sampai merasa takut nyawanya terancam akibat paparan infeksi Covid-19 yang tinggi.

"Kami terlalu banyak bekerja, stres, dan sangat ketakutan," kata Radha Jain, seorang dokter di ibu kota New Delhi, kepada AFP.

Baca Juga: Nakes di Bandar Lampung Meninggal Usai Melahirkan karena Covid-19, Begini Kondisi Bayi

Warga India menggelar ritual terakhir sebelum mengkremasi familinya yang wafat akibat Covid-19 di tepi Sungai Gangga, India pada 5 Mei 2021. [AFP/Prakash Singh]
Warga India menggelar ritual terakhir sebelum mengkremasi familinya yang wafat akibat Covid-19 di tepi Sungai Gangga, India pada 5 Mei 2021. [AFP/Prakash Singh]

Asosiasi Medis India mengatakan lebih dari 1.200 dokter meninggal dunia karena Covid-19 sejak awal pandemi, dengan 500 dokter diantaranya meninggal dunia dalam dua bulan terakhir.

Sementara secara nasional, lebih dari 165.000 orang India telah meninggal dunia akibat infeksi Covid selama satu tahun pandemi terjadi.

Meskipun lonjakan Covid-19 telah mereda dalam beberapa pekan terakhir, tapi data mencatat bagaimana kasus kematian per hari masih di angka 3.000 orang.

Deependra Garg, seorang dokter yang bekerja di pinggiran Delhi, tahu betul betapa mengerikan situasi di India. Istrinya Anubha, adalah seorang dokter pribadi yang terinfeksi Covid-19 pada April lalu.

Mereka awalnya melakukan perawatan isolasi mandiri di rumah. Tetapi karena kondisi Anubha memburuk, ia kemudian berjuang mendapat tempat tidur rumah sakit.

Baca Juga: Kena dari Awak Kapal, 12 Nakes RSUD Cilacap Diklaim Bukan Terinfeksi Virus Corona India

Garg akhirnya menemukan tempat tidur di rumah sakit yang jaraknya hampir 200 km dari tempat tinggal mereka.

Tetapi Anubha, yang sebenarnya telah divaksinasi penuh, meninggal dunia dua minggu kemudian.

"Kami berada di garis depan 24 jam dalam seminggu. Kami terkena beban virus yang tinggi tetapi kami harus terus bekerja melawan segala rintangan karena kami telah memilih profesi ini. Kami tidak punya pilihan," kata Garg.

Pandemi Covid-19 dianggap telah mengekspos kelemahan sistem perawatan kesehatan India, terutama di rumah sakit pemerintah yang tidak lengkap.

Lokasi kremasi di India. [Manjunath Kiran/AFP]
Lokasi kremasi di India. [Manjunath Kiran/AFP]

Ketika wabah virus corona melonjak, banyak laporan muncul bagaimana rumah sakit kekurangan staf medis sementara pasien terbaring di lantai karena bangsal perawatan penuh sesak.

Dikutip dari Channel News Asia, pemerintah India disebut hanya menggunakan kurang dari 2 persen dari PDB untuk biaya kesehatan, dan menjadi salah satu tarif terendah di dunia.

India juga hanya memiliki 0,8 dokter per 1.000 warganya pada tahun 2017, jumlahnya hampir sama dengan Irak, menurut Bank Dunia.

Dokter Shekhar Kumar, yang bekerja dengan sebuah rumah sakit swasta di negara bagian utara Uttar Pradesh mengatakan staf junior dan mahasiswa kedokteran tahun terakhir terkadang harus bekerja dengan shift 24 jam.

"Dibandingkan tahun lalu, kali ini pasien membutuhkan rawat inap lebih lama sehingga menambah beban staf," kata Kumar.

Ia menyampaikan bahwa para tenaga medis itu umumnya mulai merasa terpuruk ketika tahu rekan-rekannya jatuh sakit karena virus corona.

Para dokter mengaku mereka trauma karena dipaksa untuk memilih pasien mana yang harus diselamatkan terlebih dahulu. Mereka harus bergulat dengan persediaan obat-obatan dan oksigen yang tidak mencukupi.

Tingginya angka kematian per hari akibat Covid-19 di India. [Sanjay Kanojia/AFP]
Tingginya angka kematian per hari akibat Covid-19 di India. [Sanjay Kanojia/AFP]

Ravikant Singh, pendiri kelompok amal yang membantu mendirikan rumah sakit lapangan Covid-19, mengatakan bahwa dia bahkan sampai kesulitan tidur selama beberapa malam.

"Ini adalah situasi yang mengubah hidup para dokter. Bagian terburuknya adalah kami tidak bisa menyelamatkan banyak nyawa karena kekurangan oksigen," kata Singh kepada AFP.

Bahkan setelah menyelesaikan pekernaannya, para dokter juga masih khawatir akan menginfeksi virus corona kepada keluarganya saat pulang kerumah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI