Jadi Penyakit Seumur Hidup, Ini Hambatan yang Sering Diderita Pasien Talasemia

Selasa, 01 Juni 2021 | 19:37 WIB
Jadi Penyakit Seumur Hidup, Ini Hambatan yang Sering Diderita Pasien Talasemia
Ilustrasi transfusi darah. (Sumber: Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Talasemia merupakan penyakit kelainan sel darah merah yang disebabkan oleh faktor genetik.

Seseorang yang didiagnosis talasemia harus rutin melakukan transfusi darah setiap bulan untuk mencegah terjadinya anemia.  

Itu dilakukan lantaran kelainan genetik menyebabkan tubuh penderita talasemia tidak bisa memproduksi sel darah merah yang sehat seumur hidup.

Tokoh Yayasan Thalassemia Indonesia (YTI) H. Ruswandi mengatakan, perasaan bosan melakukan transfusi darah kerap menjadi salah satu hambatan yang dirasakan pengidap talasemia.

Baca Juga: Cegah Anemia, Setiap Tahun 400 Ribu Remaja Putri Dapat Suplemen Tambah Darah

"Transfusi darah secara rutin seumur hidup ini satu pekerjaan yang sangat membosankan dan menjenuhkan," kata sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassemia Indonesia (POPTI Pusat) tersebut.

Bagai pisau bermata dua, tambah Ruswandi, transfusi darah secara rutin seumur hidup juga memiliki dampak negatif dan berbahaya bagi penderita talasemia. 

Dampak negatif yang dimaksud adalah mengalami kelebihan zat besi yang bisa memicu terjadi komplikasi bernagai penyakit lain pada penderita talasemia.

Sehingga selain melakukan transfusi darah, penyandang talasemia juga harus melakukan terapi kelasi besi saat mereka sudah 20 kali melakukan transfusi darah. Konsumsi obat kelasi besi, dilakukan agar kadar zat besi dalam tubuh tetap stabil.

"Obat kelasi besi ini harus disiplin, karena kalau tidak dikeluarkan zat besi akan merusak organ yang ada di dalam tubuh. Sehingga ini setiap hari harus berikan konsumsi obat kelasi besi," ucapnya.

Baca Juga: Anemia Sebabkan Perempuan Lahir Bayi Stunting

Selain itu, ketersediaan darah di setiap rumah sakit juga tidak selalu cukup. Apalagi jika jarak antara tempat tinggal pasien talasemia dengan rumah sakit cukup jauh, sementara kadar hemoglobin dalam tubuh pasien sudah terlalu rendah.

Menurut Riswandi, pengadaan darah di rumah sakit di beberapa daerah kerap kali masih susah untuk mendapatkan stok darah. Terutama ketika  bulan Ramadan. 

"Pasti sulit untuk mendapatkan darah. Sekarang saja dengan adanya Covid-19 banyak donatur yang biasanya menyumbang darah, menahan diri untuk tidak datang ke rumah sakit. Jadi kita harus mencari terus untuk adanya donor pengganti," ucapnya.

"Karenanya, kami mohon masyarakat Indonesia untuk mau melakukan donor darah. Karena setetes darah juga sangat berarti bagi pasien talasemia," ajak Ruswandi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI