Suara.com - Indonesia termasuk negara dengan jumlah pengidap talasemia terbanyak di dunia.
Data Perhimpunan Dokter Onkologi mencatat, hingga saat ini ada sekitar 10.555 orang Indonesia yang didiagnosis menderita talasemia.
Konsultan Hematologi Onkologi Anak dr. Bambang Sudarmanto memperkirakan jumlah pengidap talasemia lebih banyak dari data yang tersedia.
Itu terjadi, kata Bambang, karena tidak semua rumah sakit di setiap daerah mampu melakukan diagnosa talasemia dengan baik dan benar.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Penderita Talasemia Harus Waspada pada Risiko Infeksi
"Di Indonesia, setiap tahun akan lahir kurang lebih 2.500 bayi dengan talasemia mayor. Hal itu jadi perhatian karena hidupnya akan sangat tergantung dari transfusi darah dan itu pun harus diberikan secara reguler," kata Bambang dalam webinar daring, Senin (31/5/2021) kemarin.
Dari angka tersebut, tak heran angka kejadian talasemia di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Dokter Bambang mengatakan, diperkirakan ada sekitar tiga sampai 10 persen orang dari populasi Indonesia yang memiliki sifat pembawa talasemia.
Risikonya, orang-orang tersebut bisa memiliki anak dengan diagnosis talasemia jika menikah dengan orang yang juga sama-sama memiliki pembawa sifat talasemia.
"Epidemiologi di dunia pembawa sifat talasemia tercatat hampir 80 juta orang. Setiap tahun di dunia akan lahir dengan beta thalasemia mayor sebanyak 23.000 bayi," tambah Bambang.
Baca Juga: Hari Talasemia Sedunia 2021: Ini Makanan yang Harus Dipantang Penderita
Selain karena jumlah orang pembawa sifat yang banyak, penyebab lain Indonesia memiliki banyak pasien talasemia adalah karena letak geografisn yang berada pada area thalasemia belt.
Dokter Bambang mengatakan, thalasemia belt mendominasi sekitar wilayah Asia yang membuat Indonesia masuk menjadi salah satunya.
"Kenapa Indonesia banyak (pasien talasemia)? Karena dilewati yang disebut dengan thalassemia belt, dari Mediterania berlanjut ke Asia hingga Papua," ucapnya.
Jumlah rata-rata kasus talasemia di area thalasemia belt sendiri berkisar antara 2,5 hingga 15 persen. Sementara di Indonesia, angkanya mencapai tiga sampai delapan persen, kata dokter Bambang.