Suara.com - Seorang dokter asal Malaysia mengeluarkan uneg-uneg yang ia miliki saat menangani pasien ibu hamil, yang akan melahirkan secara caesar. Penyebabnya, ibu hamil tersebut tidak menaati protokol kesehatan di Hari Raya IdulFitri.
Dokter benama Tasha ini, menuliskan kisah yang ia alami melalui akun Facebooknya.
"Saya hampir tidak pernah membagikan apa yang terjadi di tempat kerja, tetapi hari ini saya merasa sangat frustrasi dan terkuras," tulisnya pada Selasa, (25/5/2021).
Dokter yang bekerja di departemen Pediatri di Rumah Sakit Melaka ini membagikan fotonya saat ia tengah bertugas menunggu bayi yang akan dilahirkan pada pukul 4 pagi.
Baca Juga: Lain dari yang Lain! Pria ini Bawa Kecoa Ke Dokter Hewan Akibat Terinjak
Dia mengisahkan mengenai seorang ibu yang tidak bertanggung jawab, yang mengabaikan tindakan pencegahan COVID-19 di tengah pandemi sehingga menyusahkan sumber daya rumah sakit dan membahayakan kesejahteraan bayinya sendiri.
"Pada jam 3 pagi, kami menerima telepon yang meminta kami untuk standby untuk bayi yang akan dilahirkan melalui operasi caesar,” kenang Dr Tasha.
"Saya menghadapi panggilan yang menantang untuk memulai, karena ada beberapa bayi yang benar-benar sakit yang harus tim saya jaga dan saya sibuk sepanjang malam," katanya, menambahkan bahwa mereka telah bekerja selama lebih dari 20 jam, sejak jam 8 pagi sebelumnya.
Namun, tim Pediatric harus hadir saat persalinan darurat untuk memastikan resusitasi kepada bayi dapat segera diberikan jika diperlukan.
"Saat pasien menjalani operasi caesar, dibutuhkan minimal 10 hingga 15 dokter dan staf untuk berada di ruang operasi dan melakukan prosedur dengan lancar. Ini termasuk personel dari tim Anestesi, Kebidanan, dan Pediatri," jelasnya.
Baca Juga: Bukannya Dibuang, Pria Ini Malah Bawa Seekor Kecoak yang Terluka ke Dokter Hewan
"Idealnya, kami tidak menyukai operasi yang dilakukan pada jam 4 pagi karena kami memiliki lebih sedikit dokter dan staf yang bekerja pada jam ini. Jika ada keadaan darurat yang terjadi, lebih sedikit bantuan yang tersedia dan semuanya menjadi lebih stres," kata dia lagi.
Namun, jika ibunya tidak sehat, bayi berarti ada dalam kondisi yang sulit, ini merupakan indikasi untuk melanjutkan operasi caesar darurat, jam berapapun waktunya.
Hal yang membuatnya frustasi adalah, ternyata operasi darurat itu terjadi karena ibu yang melahirkan adalah pasien COVID-19 yang kemungkinan besar, tes skrining COVID-19 RTK-nya positif.
"Ketika kami bertanya bagaimana ini mungkin, jawabannya adalah bahwa dia pergi mengunjungi dan bepergian selama Hari Raya IdulFitri. Kerabatnya tidak sehat namun dia memilih untuk tetap mengunjungi mereka. Dia memilih untuk pergi ke rumah mereka, bukan memakai masker terus menerus, dia tidak menjaga jarak, dan tidak mengikuti prosedur operasi standar dasar (SOP)," tulis dr Tasha panjang.
Tidak berhenti di situ, dr Tasha melanjutkan, saat ibu hamil itu kembali ke rumah, dia merasa tidak enak badan. Namun dia masih memiliki kerabat dan teman yang datang ke rumahnya sendiri untuk berkunjung.
Dr Tasha mengungkapkan kekecewaannya yang terbesar karena sang ibu tidak mempertimbangkan tanggung jawabnya, tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada bayinya.
"Ini membuat saya frustrasi bahwa selama cobaan berat ini, dia tidak dapat menyisihkan dua menit untuk memikirkan bagaimana hal ini mempengaruhi bayinya yang belum lahir," tulis dokter itu.
"Dia lupa memikirkan kami sebagai garis terdepan, kami memang orang asing. Tapi dia tidak pernah memikirkan bagaimana jika dia positif COVID-19, itu akan mengubah seluruh pengalaman persalinannya," kata dia lagi.
Menurut Dr Tasha, jika sang ibu ternyata positif, bayinya harus diisolasi setelah dilahirkan dan menjalani serangkaian tes dan swab hanya beberapa jam setelah lahir.
"Tidak ada pertimbangan diberikan, tidak ada kesadaran yang hadir," ujarnya.
Setelah kejadian tersebut, dr Tasha mengatakan dia merasa sangat lelah dan kehilangan motivasi dalam pertempuran melawan COVID-19 ini.
"Sangat melelahkan ketika Anda merasa harus berjuang sendirian dan beberapa orang tidak peduli untuk berpikir dan memainkan peran mereka dalam hal ini," katanya.
"Mereka tidak mau repot-repot membantu Anda melawan ini dan meratakan kurva. Mereka lebih suka mendengarkan berita palsu, mengabaikan SOP, berbohong melintasi batas, dan akibatnya, terus menyebarkan virus," kata dia lagi.