Hits: Tes Jari untuk Penyakit Jantung, Virus Penyebab Pandemi Flu Telah Bermutasi

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 28 Mei 2021 | 09:58 WIB
Hits: Tes Jari untuk Penyakit Jantung, Virus Penyebab Pandemi Flu Telah Bermutasi
Tes sederhana risiko penyakit jantung mematikan. (Dok: The Sun)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah tes jari sederhana dapat dilakukan untuk mengetahui apakah seorang berisiko mengalami masalah jantung yang mematikan. Tes ini membantu menunjukkan apakah seseorang memiliki aneurisma aorta tersembunyi - tonjolan di dinding pembuluh yang terhubung ke jantung dan turun ke perut. Bagaimana caranya?

Berita lain adalah seputar virus flu penyebab pandemi flu 1918. Ilmuwan menemukan bahwa virus influenza tersebut telah bermutasi menjadi sebuah varian pada gelombang-gelombang berikutnya. Hal ini diketahui berdasarkan sampel virus berusia satu abad. Seberapa berbahaya?

Baca berita selengkapnya di bawah ini!

1. Tes Jari Sederhana Ini Bisa Ungkap Risiko Penyakit Jantung Mematikan

Baca Juga: Sering Tidak Disadari, Ini Gejala Diabetes Tipe 1 yang Sering Dialami Anak

Tes sederhana risiko penyakit jantung mematikan.  (Dok: The Sun)
Tes sederhana risiko penyakit jantung mematikan. (Dok: The Sun)

Seringkali banyak orang terlambat ketika mengalami masalah kesehatan terkait jantung. Tpai, tes ibu jari sederhana ini dapat mengungkapkan apakah seorang berisiko mengalami masalah jantung yang mematikan.

Tes ini membantu menunjukkan apakah seseorang memiliki aneurisma aorta tersembunyi - tonjolan di dinding pembuluh yang terhubung ke jantung dan turun ke perut.

Baca selengkapnya

2. Studi Jerman: Virus Penyebab Pandemi Flu 1918 Telah Bermutasi Menjadi Lebih Menular

Foto-foto pandemi flu Spanyol tahun 1918 (Facebook)
Foto-foto pandemi flu Spanyol tahun 1918 (Facebook)

Ilmuwan menemukan virus influenza yang menyebabkan pandemi flu 1918 telah bermutasi menjadi sebuah varian pada gelombang-gelombang berikutnya. Hal ini diketahui berdasarkan sampel virus berusia satu abad.

Baca Juga: Periset Sebut Minum Suplemen Omega-3 Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung, Kok Bisa?

Para peneliti mengatakan munculnya varian virus influenza memang sudah mereka duga sebelumnya, yang pada akhirnya akan dihadapi manusia.

Baca selengkapnya

3. Sering Tidak Disadari, Ini Gejala Diabetes Tipe 1 yang Sering Dialami Anak

Kenali ciri-ciri diabetes pada anak. (Shutterstock)
Kenali ciri-ciri diabetes pada anak. (Shutterstock)

Kasus diabetes pada anak sempat meningkat di Indonesia pada tahun 2005 dan 2009. Meski demikian, peningkatan ini tidak sebesar seperti dulu. 

Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Dokter Spesialis Anak dan Konsultan Ensocrine Dr. dr. Nanis Sacharina Marzuki.

Baca selengkapnya

4. BPOM RI Sampaikan Hasil Pengujian Vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547, Apa Katanya?

Ilustrasi vaksin AstraZeneca (Kolase foto/Unsplash/dok. istimewa)
Ilustrasi vaksin AstraZeneca (Kolase foto/Unsplash/dok. istimewa)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memastikan tidak ada keterkaitan antara vaksin AstraZeneca nomor batch CTMAV547 dengan laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

"Berdasarkan hasil penguji tersebut, dapat disangkal bahwa tidak ada keterkaitan antara mutu vaksin Covid-19 Astrazeneca nomor batch CTMAV547 dengan KIPI yang dilaporkan," terang BPOM melalui keterangan pers yang diterima Suara.com, Kamis (27/5/2021).

Baca selengkapnya

5. Usai AstraZeneca, Kini Vaksin Johnson & Johnson Diduga Sebabkan Kematian Warga

Vaksin buatan johnson and johnson (VOA Indonesia)
Vaksin buatan johnson and johnson (VOA Indonesia)

Pada Rabu (26/5/2021) kemarin, Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) memulai penyelidikan kematian seorang perempuan di Belgia yang mengalami pembekuan darah dan penurunan trombosit setelah menerima vaksin COVID-19 Johnson & Johnson.

Regulator obat Uni Eropa itu mengaku telah meminta produsen asal AS tersebut agar melakukan serangkaian riset tambahan guna membantu menilik adanya kemungkinan hubungan antara vaksin dan kondisi pembekuan darah serius namun jarang terjadi, yang disebut thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS).

Baca selengkapnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI