Suara.com - Mengelola stres penting bagi pengelola asma untuk menghindari kekambuhan penyakit.
Menurut dokter spesialis paru dar Semen Padang Hospital Dr Masrul Basyar, Sp.P(K) FISR, penting bagi pengidap asma untuk mengelola stres, terutama di masa pandemi.
"Stres dapat menghambat sistem kekebalan tubuh dan orang-orang dengan asma bisa stres di tengah pandemi ini, bila kecemasan meningkat bisa menyebabkan serangan asma atau memperburuk kondisi," kata Masrul Basyar dilansir ANTARA.
Ia menyarankan penderita asma bisa mengelola stres dan mengetahui faktor atau alergen pemicunya, sehingga dapat membantu mengelola dan menghindari serangan asma.
Baca Juga: Waspada, Paparan Polusi Udara Saat Hamil Berisiko Bikin Anak Menderita Asma
"Jangan tinggalkan obat asma. Orang dengan penyakit asma dapat menurunkan risiko infeksi atau mengembangkan komplikasi COVID-19 yang serius. Gunakan inhaler asma setiap hari sesuai resep," katanya.
Ia menjelaskan asma merupakan penyakit gangguan pernapasan pada saluran udara yang membuat pengidapnya sulit bernapas. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peradangan saluran udara, sehingga terjadi penyempitan saluran udara sementara dan gangguan oksigen yang masuk ke paru-paru.
Menurut dia, penyempitan saluran pernapasan yang terjadi menghasilkan gejala asma secara umum, seperti sesak napas, batuk, dan sesak dada. Jika dalam kondisi parah, asma dapat mengganggu aktivitas dan ketidakmampuan untuk berbicara.
"Penyakit ini juga dapat membatasi kemampuan seseorang untuk berolahraga dan aktif. Asma yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penderitanya mendapatkan beberapa kunjungan ke ruang gawat darurat hingga rawat inap di rumah sakit," ujarnya.
Ia mengungkapkan untuk memastikan diagnosis asma, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan. Dimulai dari wawancara pasien dengan mengajukan pertanyaan seputar gejala yang dirasakan, seperti kapan gejala itu muncul beserta frekuensinya, apakah sesak napas disertai nyeri dada, serta riwayat penyakit keluarga.
Baca Juga: Selain Riwayat Keluarga, Jenis Kelamin dan Ras Pengaruhi Risiko Asma Anak
Untuk mengetahui adanya alergi pada pengidap asma, dokter akan melakukan tes, seperti menyuntikkan beberapa alergen dan mengukur ukuran benjolan merah yang ditimbulkan setelah 20 menit. Dokter juga akan melakukan tes darah IgE atau sIgE.
Ia mengungkapkan asma biasanya disebabkan oleh faktor penjamu, yaitu adanya interaksi antara agen atau faktor penyebab penyakit seperti predisposisi genetik, atopi, hiperresponsif jalan napas, inflamasi jalan napas, jenis kelamin, ras/genetik, obesitas, depresi.
Menurutnya, asma tidak terjadi akibat gaya hidup pada orang yang tidak memiliki faktor genetik asma. Asma dipicu oleh faktor genetik, namun juga dapat dipengaruhi lingkungan.
Untuk pengobatan bagi penderitanya, tidak semua penderita asma harus dirawat di rumah sakit. Pasien asma yang dirawat di rumah sakit, biasanya adalah pasien dalam serangan dengan infeksi sekunder, misalnya infeksi (bakteri).
"Untuk itu, seseorang yang menderita asma harus melakukan pengontrolan asmanya dengan baik dan perlu pencegahan faktor risiko lingkungan yang memicu serangan eksaserbasi asma, dan menjalani pola hidup sehat, seperti olahraga teratur dan makan makanan bergizi," ujarnya. [ANTARA]