Suara.com - Persalinan prematur cukup sulit diprediksi. Tetapi sekali terjadi, konsekuensinya bisa membahayakan, termasuk komplikasi jangka panjang dan jangka pendek yang memengaruhi paru-paru, jantung, dan otak bayi.
Berangkat dari masalah tersebut, seorang wanita bernama Mira Moufarrej telah mengembangkan tes darah sederhana yang dapat mengidentifikasi kehamilan yang punya risiko lahir prematur.
Selain kelahiran prematur, tes ini juga dapat mendeteksi masalah preeklamsia, secara akurat dan dapat diketahui sedari awal.
Pada April lalu, penemuan dari mahasiswi pascasarjana bioteknologi Stanford ini memenangkan 15 ribu USD (sekitar Rp215,6 juta) sebagai penerima 2021 Lemelson-MIT Student Prize, lapor Insider.
Baca Juga: Viral Crazy Rich Mudik Naik Lamborghini, Warga Tanah Kelahiran Auto Melongo
Wanita 26 tahun itu berharap peneluannya dapat mengurangi komplikasi medis, serta biaya, dan menolong banyak nyawa.
"Tes darah ini dapat memberdayakan ibu dengan data konkret untuk lebih kuat melakukan advokasi bagi diri mereka sendiri selama kehamilan dan mencari perawatan medis yang tepat sejak dini," kata Moufarrej.
Pengembangan penemuan
Pertama-tama, dokter akan mengambil darah dari pasien yang hamil, kemudian alat bekerja dengan mengukur "cell-free messenger RNA", yang merupakan bagian dari plasma darah.
Tidak seperti DNA, yang hanya bisa mengukur aspek statis kehamilan seperti kelainan kromosom, RNA dapat berubah seiring waktu dan mencerminkan bagaimana janin berkembang di dalam kandungan.
Baca Juga: Sepekan Jelang Kelahiran Anak, Komedian Sapri Meninggal Dunia
Tetapi menemukan subset molekul RNA yang tepat dari ribuan tidaklah mudah, dan sesuatu yang telah dikerjakan para ilmuwan selama bertahun-tahun.
Penemuan Moufarrej, yang melibatkan kerja sama dengan insinyur, ilmuwan, dan dokter kandungan lain, bersifat inkremental atau berkembang secara berkala.
"Anda perlu memiliki teknologi. Anda perlu memiliki sumber informasi. Dan kemudian Anda perlu melihat apakah sumber informasi tersebut berisi informasi yang berguna dari konteks klinis," tutur Moufarrej.
Sekarang, tes tersebut sedang diuji pada wanita di seluruh dunia untuk memastikan keefektifannya. Peneliti akan melihat seberapa cocok prediksi tes dengan hasil empirisnya.