Suara.com - Puluhan peneliti menyerukan diadakannya penyelidikan lebih lanjut tentang asal-ususl virus corona Covid-19 melalui sebuah surat yang mereka terbitkan di jurnal ilmiah terkemuka.
Dalam surat yang terbit di jurnal Science, penulis mengatakan bahwa dua teori, yakni bahwa virus secara tidak sengaja dilepaskan dari laboratorium atau merupakan menyebar secara alami dari hewa, masih dapat dikuak.
"Mengetahui bagaimana Covid-19 muncul sangat penting untuk menginformasikan strategi global untuk mengurangi risiko wabah di masa depan," tulis mereka, dilansir Live Science.
Para penulis, termasuk 18 ilmuwan terkemuka, bukanlah yang pertama menyerukan penyelidikan lebih lanjut tentang asal-usul SARS-CoV-2.
Baca Juga: Klaster Keluarga Bermunculan, Ganjar Pronowo Minta Semua Siaga Covid-19
Namun banyak pernyataan sebelumnya yang berat sebelah, maksudnya beberapa ilmuwan lebih condong ke salah satu teori.
Sementara para penulis kali ini mencoba untuk netral, dengan alasan bukti saat ini belum cukup kuat untuk mendukung kedua teori tersebut.
Beberapa ilmuwan yang menulis surat ini adalah profesor mikrobiologi dan imunologi di Universitas Stanford David Relman, profesor epidemiologi dan mikrobiologi di University of North Carolina Ralph Baric dan profesor epidemiologi dan direktur Pusat Dinamika Penyakit Menular di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chan Marc Lipsitch.
Asal usul SARS-CoV-2 telah diperdebatkan sejak pandemi dimulai dan beberapa ahli mengatakan, kita mungkin tidak pernah tahu persis dari mana dari mana virus penyebab Covid-19 tersebut berasal.
Pada Maret 2021 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis hasil penyelidikan asal-usul virus corona yang bermitra dengan para ilmuwan China.
Baca Juga: Hari Pertama Tes Covid-19 di Keramaian, 5 orang Positif Covid-19
Laporan yang berasal dari penyelidikan langsung di lapangan tersebut menyimpulkan bahwa virus lebih mungkin berasal dari penularan satwa liar melalui inang perantara, kemudian menyebar ke manusia. Sementara kebocoran laboratorium disebut tidak mungkin.
Namun, banyak negara mengkritik laporan tersebut karena kurangnya transparansi dan data yang tidak lengkap.