Suara.com - India belum memperlihatkan tanda-tanda puncak tsunami Covid-19 yang melanda sejak awal bulan lalu. Meski begitu, data mencatat tingkat kematian terus bertambah.
Shahid Jameel, ahli virus senior India, mengatakan bahwa terlalu dini jika menyebut India sudah mencapai puncak tsunami Covid-19, meskipun jumlah korban meninggal sudah mencapai lebih dari 250.000 orang.
Menurutnya, kurva Covid-19 memang terlihat melandai, namun prosesnya sangat lamban sehingga angka infeksi baru terus merangkak naik.
"Terlalu cepat untuk mengatakan apakah kami telah mencapai puncak. Terdapat sejumlah indikasi kasus mereda. Namun kita jangan sampai lupa bahwa ini adalah dataran yang sangat tinggi. Kami sepertinya mendatar di sekitar 400.000 kasus per hari," urainya, dilansir ANTARA.
Baca Juga: Rumah Warga Bekasi yang Mudik Bakal Dipasang Stiker
Kementerian Kesehatan menyebut ada penambahan 4.205 kematian dan 348.421 infeksi COVID-19, dengan keseluruhan jumlah kasus mencapai 23 juta lebih.
Kendati demikian, para ahli percaya jumlah resmi mengabaikan skala sesungguhnya dari dampak epidemi, dan kematian serta infeksi yang sebenarnya bisa 5-10 kali lipat lebih banyak.
India, yang berpenduduk 1,4 miliar jiwa, saat ini menyumbang 1 dari 3 kematian COVID-19 yang dilaporkan di seluruh dunia, menurut hitungan Reuters. Rumah sakit, staf medis, kamar mayat dan krematorium di India kewalahan. Obat dan oksigen medis juga mengalami kelangkaan.
Gelombang kedua COVID-19 yang mengganas telah menyebar dari kota besar ke kota-kota kecil dan perdesaan.
Dalam laporan yang dipublikasi pada Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan varian B1617 yang pertama kali muncul di India terdeteksi di sedikitnya 44 negara hingga saat ini. Lembaga kesehatan global itu mengklasifikasikanya sebagai "varian yang menjadi perhatian", yang mengharuskan analisis serta pelacakan yang ketat.
Baca Juga: Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana Minta Ayah Jadi Satgas Covid-19
Gelombang kedua pandemi India meningkatkan seruan penguncian nasional sekaligus memicu lebih banyak negara bagian untuk memberlakukan pembatasan COVID-19 yang lebih ketat, yang membuat usaha dan perekonomian semakin babak belur.