Hits Health: Inhaler Penangkal Corona, Cek Risiko Kanker Usus Besar

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 07 Mei 2021 | 10:45 WIB
Hits Health: Inhaler Penangkal Corona, Cek Risiko Kanker Usus Besar
Inhaler Penangkal Corona. (Dok: Balitbang Kementan RI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah tahun lalu Badan Litbang Kementerian Pertanian (Kementan) sempat menghebohkan Indonesia dengan produk eucalyptus penangkal corona yang berbentuk kalung dan produk hisap hidung (Inhaler), kini secara resmi Balitbang Kementan RI mengumumkan hasil uji in vitro produk terhadap virus SARS CoV 2. Uji in vitro ini adalah pengujian menggunakan hewan sebagai model ujicoba. Apa hasilnya?

Selain berita mengenai inhaler penangkal corona, jangan lewatkan juga pembahasan mengenai risiko kanker usus besar. Penderita kanker usus besar akan mengalami kebiasaan buang air besar yang berubah. Sejak lama, sembelit dan jarang buang air besar sudah dianggap sebagai faktor risiko kanker usus. Coba cek, apakah Anda memiliki risiko terkena kanker usus besar?

Simak selengkapnya di bawah ini!

1. Inhaler Penangkal Corona Selesai Diuji Coba ke Hewan, Hasilnya?

Baca Juga: Mengira Keguguran, Wanita Hamil Ini Rupanya Alami Gejala Kanker Usus Besar

Inhaler Penangkal Corona. (Dok: Balitbang Kementan RI)
Inhaler Penangkal Corona. (Dok: Balitbang Kementan RI)

Setelah tahun lalu Badan Litbang Kementerian Pertanian (Kementan) sempat menghebohkan Indonesia, dengan produk eucalyptus penangkal corona. Salah satunya yang berbentuk kalung dan produk hisap hidung (Inhaler), yang akhirnya banyak dikritisi dan diminta untuk diuji lebih lanjut.

Kini secara resmi Balitbang Kementan RI mengumumkan hasil uji in vitro produk terhadap virus SARS CoV 2. Uji in vitro ini adalah pengujian menggunakan hewan sebagai model ujicoba.

Baca selengkapnya

2. Cek Risiko Kanker Usus, Berapa Kali Anda Buang Air Besar Setiap Hari?

Ilustrasi buang air besar (Unsplash/Giorgio Trovato)
Ilustrasi buang air besar (Unsplash/Giorgio Trovato)

Kanker usus adalah kanker yang dimulai dari usus besar, yakni bagian dari sistem pencernaan yang mencakup usus besar dan rektum. Saat sel kanker mulai berkembang biak di area tubuh itu, proses pencernaan pun bisa terganggu.

Baca Juga: Studi: Hirup Inhaler Bisa Turunkan Tingkat Keparahan Virus Corona 90 Persen

Akibatnya, penderita akan mengalami kebiasaan buang air besar yang berubah. Sejak lama, sembelit dan jarang buang air besar sudah dianggap sebagai faktor risiko kanker usus.

Baca selengkapnya

3. Andai China Jujur dari Awal, Covid-19 Bisa Selesai Dalam Hitungan Bulan

Ilustrasi Pandemi. (Pexels)
Ilustrasi Pandemi. (Pexels)

Seorang anggota komite penasihat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Jamie Metzl mengatakan, para ahli bisa saja mengetahui asal usul Covid-19 hanya dalam beberapa bulan, jika China terbuka terhadap data menyeluruh terkait virus corona baru tersebut.

Hingga kini memang belum diketahui asal dan penyebab munculnya virus corona penyebab pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia.

Baca selengkapnya

4. Temuan Terbaru, Vaksin Covid-19 Pertama Bisa Lawan Varian Baru Virus Corona

Ilustrasi vaksin Covid-19 (Pixabay/qimono)
Ilustrasi vaksin Covid-19 (Pixabay/qimono)

Perusahaan Moderna di Amerika Serikat, mengklaim telah menemukan vaksin Covid-19 yang bisa menetralkan atau melawan varian baru virus corona Brasil dan Afrika Selatan.

Uji coba terbaru menemukan bahwa suntikan ketiga vaksin Covid-19 sekarang ini maupun suntikan vaksin ekperimental terbaru mampu meningkatkan kekebalan terhadap kedua varian virus corona tersebut.

Baca selengkapnya

5. Studi: Ekstasi Bisa Menjadi Obat Pendukung Terapi bagi Penderita PTSD

Ilustrasi ekstasi atau MDMA (Shutterstock)
Ilustrasi ekstasi atau MDMA (Shutterstock)

Obat psikedelik MDMA, yang juga disebut sebagai ekstasi atau Molly, dinilai dapat mengobati penderita gangguan stres pasca trauma (PTSD) parah. Hal ini dibuktikan dalam uji klinis tahap akhir sebuah studi yang akan terbit di Nature Medicine.

Studi tersebut melibatkan 90 penderita PTSD yang semuanya menjalani terapi bicara selama percobaan. Peserta studi termasuk veteran perang, korban kekerasan seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga, hingga orang yang mengalami trauma masa kanak-kanak.

Baca selengkapnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI