Orang Sakit Akibat Merokok Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Jum'at, 30 April 2021 | 17:05 WIB
Orang Sakit Akibat Merokok Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan?
Sakit akibat merokok. (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kekinian, semakin banyak orang merasakan manfaat besar dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Namun, diketahui BPJS Kesehatan masih saja mendapat tekanan karena pemasukannya yang terus defisit, padahal beban biaya yang ditanggung sangat besar.

Alhasil, banyak warganet yang berpendapat jika yang sakit akibat buruknya gaya hidup seperti merokok tidak bisa dicover BPJS Kesehatan. Tapi, benarkah bisa seperti itu?

Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer BPJS Kesehatan, Rahmad Asri Ritonga, mengatakan saat ini pihaknya bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menggodok kebijakan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), penyakit apa saja yang bisa dan tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan.

"Tentang KDK, apa yang mesti masuk kebutuhkan dasar kesehatan dan seterusnya. Barangkali di situ akan menjawab penyakit seperti ini (akibat rokok) tidak lagi masuk menjadi beban JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)," ujar Rahmad dalam acara Dialog publik Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah (PRD) dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Kamis (29/4/2021).

Baca Juga: Selandia Baru Berencana Larang Anak Kelahiran setelah Tahun 2004 Merokok

Meski begitu, kata Rahmad, terkait putusan ini pembahasannya sangat kompleks dan panjang, serta harus melibatkan beberapa pihak. Bahkan program JKN berbasis KDK ini disebut-sebut baru akan ditetapkan pada 2022 mendatang.

Bukti deteksi sakit akibat rokok
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Prof. Hasbullah Thabrany mengakui cukup sulit untuk mendeteksi penyakit yang murni hanya karena faktor merokok.

"Sejauh ada penyakit bukan medis dicover, karena tidak bisa identifikasi 100 persen orang ini perokok atau bukan. Apakah penyakitnya karena rokok atau tidak," ujar Prof. Hasbullah di kesempatan yang sama.

Sementara itu, apabila perokok tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, maka dikhawatirkan melanggar hak rakyat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD), untuk mendapat hak hidup sehat.

"Kalau kita tidak cover itu melanggar hak-hak rakyat, karena pelayanan kesehatan merupakan hak dalam UUD," terang Prof. Hasbullah.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Dorong Rumah Sakit Berinovasi demi Kepuasan Pasien JKN-KIS

Sehingga alih-alih tidak bisa menanggung biaya sakit perokok, maka berkaca dari kebijakan yang diambil berbagai negara, salah satunya bisa dengan membebankan biaya pajak atau 'ongkos lebih' kepada para perokok. Dimana nantinya dana ini diberikan kepada penyelenggara JKN.

"Seperti yang dilakukan banyak negara, mereka yang merokok harus berkontribusi lebih banyak, itu yang dilakukan. Sehingga di banyak negara, dibebanilah cukai rokok lebih tinggi," ungkap Prof. Hasbullah.

Sebagaimana yang pernah dilakukan Filipina, kata Prof. Hasbullah, negara tersebut memasukkan aturan cukai 80 persen produk tembakau ke dalam undang-undang yang bersifat tetap.

Indonesia memang belum bisa menerapkan secara nasional dan memasukkan aturan cukai ini dalam undang-undang. Namun meski ruang lingkupnya lebih kecil, maka dibuatlah aturan Pajak Rokok Daerah (PRD).

Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009, Peraturan Menteri Keuangan No.7 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.53 Tahun 2017.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI