Meski Pajak Rokok Besar, Wamenkes Sebut itu Bukan Dana Baik Untuk Kesehatan

Kamis, 29 April 2021 | 18:45 WIB
Meski Pajak Rokok Besar, Wamenkes Sebut itu Bukan Dana Baik Untuk Kesehatan
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono. (Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD-KEMD, PhD, mengungkap data terakhir prevalensi perokok Indonesia mencapai 33,8 persen atau sekitar 65,7 juta penduduk.

"Hal ini mendudukan Indonesia sebagai peringkat ketiga perokok terbesar, jumlah perokok di atas usia 10 tahun," ujar Wamenkes Dante dalam acara dalam acara Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah (PRD), Kamis (29/4/2021).

Menurunkan angka perokok dianggap kompleks, karena dituding mengancam mata pencaharian petani tembakau. Alhasil dibuatlah skema 'denda', yang ditujukan perokok dan produsen harus membayar harga rokok lebih mahal alias pajak atau bea cukai rokok.

Skema ini sudah tertuang dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009, Peraturan Menteri Keuangan No.7 Tahun 2020, Peratuan Menteri Kesehatan No.53 Tahun 2017.

Baca Juga: Studi: Rutin Terpapar Asap Rokok Lebih Berisiko Kena Kanker Mulut

Guna mencegah penyebaran virus corona, pemerintah Bekasi akan meniadakan ruang rokok bersama.
Guna mencegah penyebaran virus corona, pemerintah Bekasi akan meniadakan ruang rokok bersama.

Namun menurut Wamenkes Dante, skema tersebut tidak membawa angin segar bagi dana kesehatan Indonesia. Karena tidak mengubah fakta jika rokok mengancam kesehatan masyarakat, termasuk generasi penerus, di mana kian kemari angka perokok anak didapatkan terus meningkat.

"Untuk memanfaatkan pajak rokok daerah untuk pendanaan biaya kesehatan dan sebagainya. Kendati demikian ini bukanlah sumber funding (pendanaan) yang baik bagi kesehatan," ungkap Wamenkes Dante.

Meski begitu Kemenkes tetap akan berpegang teguh menurunkan angka prevalensi perokok Indonesia, termasuk di antaranya perokok anak.

Sehingga dana pajak rokok daerah juga akan tetap digunakan untuk kampanye berhenti merokok, yang bisa menyentuh dan mengugah remaja hingga orang dewasa.

"Alokasikan dana tersebut utk menurunkan prevalensi merokok 10 sampai 18 tahun. Pemanfaatan dana penting, namun lebih penting lagi bagaimana dana tersebut untuk terapi konseling berhenti merokok," jelasnya.

Baca Juga: Peneliti: Produk Tembakau Alternatif Tidak Menghasilkan TAR

"Bila perlu ada pendanaan khusus bagi perserta asuransi JKS (Jaminan Kesehatan Nasional), maupun asuransi swasta yang merokok untuk diintervensi," sambung Wamenkes Dante.

Sementara itu mirisnya Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2014 hingga 2019 untuk menurunkan perokok anak dari 7,2 persen tahun 2013 menjadi 5,4 persen tahun 2019, bisa dipandang gagal.

Hal ini lantaran, alih-alih menurun data justru menunjukkan terjadinya peningkatan angka perokok anak yang melonjak mencapai 9,1 persen di 2018.

Data ini kata Wamenkes Dante, artinya jika dipetakan ada 10 orang anak berusia 10 hingga 18 tahun, salah satu di antara mereka adalah perokok.

"Hampir 1 dari 10 anak Indonesia merokok. Hal ini terjadi akibat masifnya paparan iklan promosi dan sponsorship rokok pada anak dan remaja, ini jadi tanggung jawab kita semua," pungkas Wamenkes Dante.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI