Riset UI: Bansos Pemerintah Justru Meningkatkan Konsumsi Rokok

Vania Rossa | Lilis Varwati
Riset UI: Bansos Pemerintah Justru Meningkatkan Konsumsi Rokok
Ilustrasi rokok. (Shutterstock)

Penerima Bantuan Langsung Tunai cenderung meningkatkan konsumsi rokoknya sebesar 0,258 batang per hari.

Suara.com - Program bantuan sosial atau Bansos dari pemerintah dicanangkan sebagai upaya untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Meski bertujuan baik, namun pemanfaatan bansos tersebut ternyata juga meningkatkan konsumsi rokok masyarakat.

Riset dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) membuktikan hal tersebut dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah berjudul “Good Intentions, Unintended Outcomes: Impact of Social Assistance on Tobacco Consumption in Indonesia”.

Menurut PKJS-UI, pemberian dana Bansos memang tidak serta merta membuat penerima yang semula tidak merokok menjadi merokok. Tetapi hasil analisis Tim PKJS-UI menunjukkan bahwa dana Bansos yang diterima oleh keluarga dengan anggota yang merokok, memiliki intensitas konsumsi rokok jadi lebih besar dibandingkan non penerima, terlepas dari status sosial-ekonominya.

"Penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) cenderung meningkatkan konsumsi rokoknya sebesar 0,258 batang per hari (atau 1,81 batang per minggu) lebih banyak dibandingkan mereka yang bukan penerima," demikian hasil riset PKJS-UI dalam rilis yang diterima suara.com, Senin (19/4/2021).

Baca Juga: Budiman Sudjatmiko: Pengentasan Kemiskinan Lebih dari Sekadar Bansos

Peningkatan intensitas merokok terbesar terjadi pada penerima Beras Sejahtera (Rastra)/BPNT dengan konsumsi rokok meningkat sebesar 0,402 batang per hari, atau 2,8 batang per minggu, di antara penerima. Adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok pada penerima Bansos akan berdampak pada capaian program Bansos itu sendiri.

"Penerima Bansos yang keluarganya merokok memengaruhi alokasi untuk pengeluaran kebutuhan esensial keluarga, yaitu nutrisi, pendidikan, dan kesehatan," menurut tim PKJS-UI.

Ketika Bansos menyebabkan peningkatan intensitas perilaku merokok, bantuan tersebut dinilai jadi kurang efektif dalam meningkatkan indikator sosial ekonomi. Hal ini dapat memperkuat siklus kemiskinan bagi penerima Bansos jika perilaku merokok terus berlanjut atau meningkat serta menghambat potensi penuh dari program Bansos.

Presiden Jokowi dan Menteri Sosial Tri Rismaharini telah menyampaikan larangan uang Bansos tidak boleh digunakan untuk membeli rokok secara informal melalui media massa. Dr. Renny Nurhasana sebagai peneliti dari PKJS-UI menekankan bahwa larangan tersebut akan lebih efektif jika dituangkan ke dalam regulasi resmi, seperti Peraturan Menteri Sosial (Permensos).

"Reformasi program Bansos yang lebih tepat sasaran, terintegrasi, dan bersyarat diharapkan mengurangi risiko Bansos untuk konsumsi rokok. Kami mendukung penuh agar pemerintah menekankan perlunya pengurangan perilaku merokok atau pencantuman persyaratan terkait perilaku merokok di antara penerima Bansos ke dalam suatu kebijakan yang tegas," ucap dokter Renny.

Baca Juga: Jangan Sampai Terlewat! Cara Cek Bansos KIS BPJS Anda Sekarang Juga

Selain itu, dibutuhkan adanya sinergi lintas sektor dalam penerapan kebijakan pengendalian konsumsi rokok, lanjut Renny. Sarannya, untuk menaikkan harga rokok untuk menjauhkan keterjangkauan pembelian rokok bagi keluarga pra-sejahtera dan penerima Bansos.