Studi: Percaya pada Teori Konspirasi Covid-19 Justru Bikin Tambah Cemas

Sabtu, 17 April 2021 | 14:35 WIB
Studi: Percaya pada Teori Konspirasi Covid-19 Justru Bikin Tambah Cemas
Ilustrasi teori konspirasi. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah studi baru memberikan bukti bahwa teori konspirasi tentang Covid-19 dapat berdampak negatif pada orang-orang yang memercayainya.

Penelitian yang terbit di Personality and Individual Differences juga menunjukkan bahwa keyakinan terhadap konspirasi Covid-19 memprediksi peningkatan tekanan mental.

Para peneliti menggunakan platform Amazon's Mechanical Turk untuk menyurvei 797 penduduk Kanada dan Amerika Serikat pada April 2020. Sekitar setengah dari peserta disurvei lagi pada Mei 2020.

Sebagai bagian dari survei, para peserta ditanya apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan konspirasi tentang asal-usul virus corona, seperti "Covid adalah senjata biologis" dan "Covid adalah cara untuk mengelola kelebihan populasi".

Baca Juga: 5.800 Orang di AS yang Sudah 2 Kali Vaksin Covid-19 Terinfeksi Virus Corona

"Sekitar 50% peserta dalam penelitian kami percaya setidaknya satu teori konspirasi tentang Covid-19," kata penulis studi Talia Leibovitz, kandidat master dalam psikologi klinis di Universitas Toronto, Scarborough.

Ilustrasi berita hoax. (Shutterstock)
Ilustrasi berita hoax. (Shutterstock)

Peneliti menemukan beberapa bukti bahwa keyakinan tersebut terkait dengan hasil kesehatan mental yang negatif. Misalnya, mereka yang percaya teori konspirasi cenderung mengalami peningkatan kecemasan satu bulan kemudian.

"Teori konspirasi sering kali berkembang sebagai cara untuk mengatasi ketidakpastian dan situasi mengancam yang tidak terkendali. Namun, mempercayai teori konspirasi sebenarnya terkait dengan perasaan cemas yang lebih besar dalam penelitian kami," kata Leibovitz, dilansir PsyPost.

Kepercayaan pada teori konspirasi juga dikaitkan dengan memegang skema negatif tentang diri sendiri dan orang lain. Misalnya, mereka setuju dengan frasa seperti "saya tidak dicintai" dan "orang lain bermusuhan".

Namun, penelitian ini juga memiliki keterbatasan.

Baca Juga: Update Covid-19 Global: Kasus Positif & Kematian Meningkat 2 Bulan Terakhir

"Meski demikian, penelitian kami tidak menemukan hubungannya dengan kualitas hidup. Jangka waktu satu bulan penelitian mungkin tidak cukup lama untuk mendeteksi perubahan ini dan studi selanjutnya dapat memeriksa periode tindak lanjut yang lebih lama," sambung Leibovitz.

Penelitian selanjutnya juga dapat memeriksa keyakinan teori konspirasi dalam kaitannya dengan faktor kesehatan mental lain, seperti suasana hati dan hubungan interpersonal, serta bagaimana keyakinan konspirasi berkembang dan menyebar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI