Studi: Kehilangan Kesenangan Mungkin Tanda Demensia

Jum'at, 16 April 2021 | 12:51 WIB
Studi: Kehilangan Kesenangan Mungkin Tanda Demensia
Ilustrasi Lansia (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal medis Brain, kehilangan kesenangan yang secara klinis disebut anhedonia mungkin merupakan karakteristik dari demensia frontotemporal (FTD).

Ini adalah suatu kondisi yang umum menggambarkan sekelompok gangguan otak di mana memengaruhi lobus frontal dan temporal otak.

Area otak yang terpengaruh oleh kondisi biasanya terjadi pada orang berusia antara 40 hingga 65 tahun yang dikaitkan dengan kepribadian, perilaku, dan bahasa.

Melansir dari Eat This, Profesor Muireann Irish dari University of Sydney's Brain and Mind Centre dan Sekolah Psikologi di Fakultas Sains yang merupakan penulis utama studi ini menjelaskan bahwa dia dan timnya ingin menentukan apakah orang yang hidup dengan berbagai jenis demensia mengalami kesenangan dengan cara yang sama seperti ketika mereka sehat.

Baca Juga: Lansia yang Atasi Sleep Apnea Alami Risiko Demensia Lebih Rendah

Mereka menggunakan kelompok studi yang terdiri dari 172 peserta, 87 orang FTD dan 34 dengan penyakit Alzheimer.

"Kami menemukan bahwa pasien dengan demensia frontotemporal menunjukkan penurunan kebahagiaan," kata Profesor Irish.

"Kami tidak menemukan kehilangan kesenangan yang mencolok pada pasien dengan penyakit Alzheimer," imbuhnya.

Kemudian, mereka juga menggunakan teknologi pencitraan untuk memastikan bahwa hilangnya kesenanagan ini terkait dengan kemunduran sistem kesenangan otak.

"Kami tahu (orang-orang dengan FTD) menjadi sangat pendiam dan sangat apatis serta kehilangan minat dalam keterlibatan sosial, dalam hobi yang dulu mereka kejar," kata Profesor Irish.

Baca Juga: Lansia dengan Masalah Pendengaran dan Penglihatan 2 Kali Berisiko Demensia

Ilustrasi perempuan demensia. [Shutterstock]
Ilustrasi perempuan demensia. [Shutterstock]

"Mereka akhirnya menjadi sangat menyendiri dan terisolasi. Semua tanda-tanda ini menunjukkan mungkin ada hal yang tumpul atau berkurangnya kesenangan pada pasien ini, dan itulah yang kami temukan dalam penelitian ini," imbuhnya.

Profesor Irish berharap temuannya akan mendorong terapi pengobatan baru.

"Sangat membantu untuk memahami bahwa perubahan dalam perilaku bukanlah hasil dari sikap sulit atau berlawanan. Ini didorong oleh otak," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI