Suara.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K.Lukito akhirnya membeberkan hasil temuan instansinya, terkait Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Penny menjelaskan jika pihaknya sudah 2 kali melakukan inspeksi ke lokasi pusat uji klinik Vaksin Nusantara di RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah pada 14 hingga 15 Desember 2020.
"Dan terdapat temuan yang bersifat critical (kritis) dan major (utama) yang harus diperbaiki," ujar Penny melalui keterangan tertulisnya yang diterima suara.com, Rabu (14/4/2021).
Selanjutnya inspeksi kedua dilakukan pada 12 hingga 13 Maret 2021 lalu. Namun kali ini, inspeksi tidak hanya ke center uji klinik RSUP Dr. Kariadi tapi juga ke laboratorium pemeriksaan imunogenisitas Badan Litbangkes milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Baca Juga: Penggunaan Vaksin Nusantara, Satgas: Itu Kewenangan BPOM
Inspeksi kedua ditujukan untuk memastikan pelaksanaan seluruh aspek Good Laboratory Practice (GLP), Good Manufacturing Practice (GMP), dan Good Clinical Practice (GCP) termasuk fasilitas yang digunakan dalam penelitian dan validitas data keamanan dan imunogenisitas yang diserahkan melalui verifikasi langsung ke dokumen sumber.
"Sebelumnya tim BPOM telah melakukan beberapa kali Inspeksi dan desk konsultasi dengan peneliti, tetapi hasil inspeksi tidak ditindaklanjuti dengan menyelesaikan CAPA (Corrective Action and Preventive Action)," ungkap Penny.
CAPA adalah tindakan perbaikan dan langkah pencegahan dalam suatu penelitian, sehingga mutu, keamanan dan kualitas produk kesehatan bisa terjamin.
Berikut ini sederet temuan BPOM dari sisi Cara Produksi Vaksin Nusantara, yang disandingkan dengan standar Good Manufacturing Practice (GMP) milik BPOM:
1. Vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril
Baca Juga: Masih Rahasia, Tim Peneliti Enggan Ungkap Pihak Pengawas Vaksin Nusantara
Seperti diketahui Vaksin Nusantara dalam pembuatannya menggunakan sel dendritik, yakni sejenis sel yang merangsang dan menghasilkan antibodi. Sayangnya menurut BPOM, proses pembuatan Vaksin Nusantara tidak steril.
"Dikatakan pembuatan vaksin secara close system, tetapi pada kenyataannya setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya semua dilakukan secara manual dan open system," ungkap Penny.
Adapun jika benar proses pengolahan dilakukan secara close system, seperti klaim peneliti.
Maka seharusnya kata Penny, mulai dari darah dikeluarkan dari tubuh manusia sampai dimasukkan kembali tidak pernah ada proses pembukaan tabung darah dan pengambilan darah keluar dari tabung.
2. Antigen tidak terjamin kebersihannya
Produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin dendritik ini bukan merupakan Pharmaceutical grade, dan dinyatakan oleh produsen (Lake Pharma-USA) bahwa tidak dijamin sterilitasnya.
"Antigen tersebut penggunaannya hanya untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia," tambah Penny.
3. Uji kebersihan tidak dilakukan dengan baik
Seharusnya setelah sel dendritik diolah menjadi vaksin, peneliti harus memastikan kebersihanya dari kontaminasi patogen luar, sehingga perlu dilakukan uji sterilitas dengan benar sebelum disuntikan pada manusia.
"Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin," ungkapnya.
4. Peneliti tidak melakukan perbaikan
Menurut Penny, di inspeksi pertama pada Desember 2020 sebelum uji klinik dilaksanakan, BPOM sudah melakukan evaluasi dan memberikan catatan cara produksi obat yang baik (GMP) kepada peneliti.
"Tetapi tidak pernah ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyerahan CAPA (aksi perbaikan dan pencegahan)," paparnya.
5. Kualitas vaksin dendritik belum diuji
Setelah Vaksin Nusantara yang terbuat dari sel dentritik ini memasuki tahap akhir, kata Penny wajib hukumnya peneliti kembali melakukan pengujian kualitas sel dendritik untuk mencegah Covid-19, tapi langkah itu tidak dilakukan.
"Penelilti hanya menghitung jumlah selnya saja, tetapi hal tersebut juga tidak konsisten karena ada 9 dari 28 sediaan yang tidak diukur, dan dari 19 yang diukur terdapat 3 sediaan yang di luar standard tetapi tetap dimasukkan," pungkas Penny.