Peneliti Tak Ingin Vaksin Nusantara Dianggap Asal-asalan, Ini Alasannya

Rabu, 14 April 2021 | 17:08 WIB
Peneliti Tak Ingin Vaksin Nusantara Dianggap Asal-asalan, Ini Alasannya
Lab pembuatan Vaksin Nusantara di RSUP Kariadi [suara.com/Dafi Yusuf]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti vaksin Nusantara, Kolonel Jonny, mengaku tak ingin penelitian vaksin yang dilakukannya dianggap asal-asalan.

Ia bahkan mengklaim sudah mengikuti standar dan kaidah etik penelitian yang berlaku.

"Saya kira, kita harus melihatnya dari berbagai segi kepentingan bangsa. Saya juga nggak mau penelitian nya asal-asalan. Semua kita buat sesuai dengan standar dan kaidah penelitian dan etik," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Rabu (14/4/2021).

Jonny menjelaskan, penelitian fase kedua dilakukan untuk melihat efek perlindungan vaksin Nusantara terhadap Covid-19. Sebab pada fase pertama, penelitian tentang keamanan vaksin sudah teruji.

Baca Juga: Penggunaan Vaksin Nusantara, Satgas: Itu Kewenangan BPOM

"Di fase kedua ini kita lihat dosis yang paling optimal, yang bisa memberi perlindungan terhadap COVID-19. Tapi itu belum efektif, nanti di fase ketiga," jelasnya lagi.

Secara singkat, Jonny mengatakan vaksin Nusantara dibuat menggunakan sampel darah pasien. Sel darah putih milik pasien akan dipaparkan sejumlah protein dari virus Sars-Cov-2 penyebab Covid-19.

Dengan demikian, sel darah putih akan membentuk kekebalan atau antibodi terhadap virus tersebut. Sel darah putih yang sudah memiliki kekebalan inilah yang nantinya akan disuntikkan ke tubuh pasien.

Sekilas, cara kerja vaksin nusantara mirip dengan terapi darah plasma konvalesen. Namun menurut Kolonel Jonny, ada perbedaan mendasar antara keduanya.

"Kalau itu terapi, kalau vaksin ini untuk mencegah karena kita sudah punya imunitas seluler yang sudah mengenali COVID-19. Sehingga ketika lebih siap, akan merangsang imunitas seluler," ungkapnya.

Baca Juga: Masih Rahasia, Tim Peneliti Enggan Ungkap Pihak Pengawas Vaksin Nusantara

Secara terpisah, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengungkap jika uji klinik fase 1 Vaksin Nusantara yang disebut sudah selesai, ternyata sejak awal tidak sesuai prosedur dan belum mendapatkan izin BPOM.

Hasilnya BPOM meminta proses uji klinik Vaksin Nusantara harus dilakukan secara bertahap dimulai dari fase 1, selanjutnya fase 2 dan fase 3.

Setelahnya tim peneliti akhirnya mengajukan uji klinik fase 1 pada 30 November 2020. Tapi sayang, kata Penny pengajuan ini tidak disertai dengan data uji pre klinik yang harus dicantumkan.

"Untuk itu Badan POM meminta peneliti untuk menyerahkan laporan studi toksisitas, imunogenisitas, penggunaan adjuvan, dan studi lain yang mendukung pemilihan dosis dan rute pemberian," terang Penny.

Sementara itu, ahli patologi dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., menyoroti anggota DPR yang mengikuti uji vaksin Nusantara, sebelumnya sudah menerima vaksin Covid-19 dari Sinovac.

Sehingga bisa dipastikan mereka telah memiliki antibodi virus corona dalam tubuhnya. Namun, jika kemudian menjadi relawan dalam uji klinik vaksin lain, justru berisiko menimbulkan hasil yang membingungkan.

"Uji klinik itu artinya suatu kandidat vaksin sedang mengalami suatu pengujian. Karena kita perlu mencari apakah kandidat vaksin betul-betul bisa memberikan efek terhadap subjek yang kita uji. Kemudian terbentuk antibodi, apakah bisa melawan infeksi dan seterusnya. Tentu dengan demikian orang yang diuji sudah dipastikan dulu sebelumnya belum memiliki antibodi. Kalau sudah punya antibodi lalu di ujikan vaksin nanti tidak jelas apakah misalnya antibodi yang ada ini dari hasil vaksin yang diuji atau dari sebelumnya," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI