Suara.com - Centers for Disease Control and Prevention, disingkat (CDC) Amerika Serikat saat ini dikabarkan tengah memeriksa kasus seorang perempuan yang meninggal setelah mendapatkan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson.
Perempuan berusia 45 tahun dari Virginia mendapat suntikan awal bulan lalu, kemudian dilarikan ke rumah sakit dua minggu kemudian, pada 17 Maret. Demikian seperti dilansir dari NY Post.
Ia datang dengan keluhan sakit kepala parah dan pendarahan di otak, kata Virginia-Pilot, mengutip data dari sebuah situs Web yang dijalankan pemerintah federal yang memantau reaksi merugikan dari vaksin.
Korban diintubasi dan meninggal keesokan harinya, menurut FDA dan Sistem Pelaporan Kejadian Merugikan Vaksin CDC, kata outlet tersebut.
Baca Juga: Kasus Pembekuan Darah, AS hingga Uni Eropa Setop Vaksin Johnson & Johnson
Kedua agensi pada hari Selasa mengumumkan mereka merekomendasikan vaksin J&J setidaknya untuk sementara dicabut dari penggunaan di tengah kekhawatiran tentang pembekuan darah yang berpotensi mematikan.
Enam perempuan di AS antara usia 18 dan 48 mengembangkan pembekuan setelah mendapatkan imunisasi, dengan satu meninggal dan satu lagi dalam kondisi kritis, kata FBI.
Sebagai tanggapan, Gedung Putih mengatakan pusat vaksin yang dikelola federal tidak akan memberikan suntikan untuk saat ini, dan negara bagian, kota, dan apotek segera mengikutinya.
Pejabat kesehatan Virginia mengakui dalam sebuah pernyataan Selasa malam bahwa "Pusat Pengendalian & Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengkonfirmasi kepada Departemen Kesehatan Virginia (VDH) bahwa mereka sedang memeriksa kematian seorang perempuan Virginia pada bulan Maret sebagai bagian dari penyelidikannya. efek samping merugikan dari vaksin COVID-19 Johnson & Johnson.
“Kematian Virginia dilaporkan ke Sistem Pelaporan Kejadian Merugikan Vaksin (VAERS) CDC,” kata negara bagian itu.
Baca Juga: CDC Sebut Pembekuan Darah Vaksin Johnson & Johnson Kasus Langka