Suara.com - Setelah vaksin AstraZeneca menimbulkan kehebohan dengan dugaan kasus pembekuan darah kali ini kondisi dilaporkan juga terjadi akibat penggunaan vaksin Covid-19 buatan Johnson & Johnson di Amerika Serikat.
Sebanyak 6 orang mengalami pembekuan darah langka dan parah setelah 2 minggu menjalani proses vaksinasi Covid-19.
Kejadian ini membuat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat (AS), yaitu FDA merekomendasikan untuk menghentikan sementara vaksinasi menggunakan Johnson & Johnson.
"Saat ini, kejadian ini nampaknya sangat jarang terjadi," ujar Direktur Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA, CDC Dr. Peter Marks melansir Live Science, Rabu (14/4/2021).
Baca Juga: Lebih Bagus dari Sinovac, Kedatangani Vaksin Pfizer ke Indonesia Tak Jelas
Rencananya pada Rabu, hari ini CDC akan mengelar pertemuan dengan Komite Penasihat Imunisasi untuk meninjau kasus-kasus ini.
Adapun 6 kasus pembekuan darah terjadi pada perempuan berusia 18 hingga 48 tahun, yang mengalami gejala 6 hingga 13 hari usai divaksinasi.
Keenam perempuan tersebut mengalami pembekuan darah langka yang disebut dengan trombosis sinus vena serebral (CVST), bersamaan dengan kondisi tingkat trombosit darah yang rendah.
Dr. Marks mengabarkan dari keenam orang ini, seorang perempuan meninggal setelah mengalami kondisi kritis.
Adapun perawatan yang diperlukan untuk kasus pembekuan darah ini berbeda dengan pengobatan pembekuan darah pada umumnya, yang hanya membutuhkan obat antikoagulan atau yang disebut Heparin.
Baca Juga: Bareng Gatot Nurmantyo, Adian PDIP Dkk Disuntik Vaksin Nusantara di RSPAD
Mirisnya, pemberian heparin ini bisa berbahaya jika digunakan untuk kasus pembekuan langka ini.
"Dalam situasi ini, pemberian heparin mungkin bisa sangat berbahaya, dan pengobatan alternatif yang justru diberikan," papar Dr. Marks.