Suara.com - Saat Ramadhan masjid cenderung lebih penuh dan lebih padat aktivitas dari pada biasanya. Itulah kenapa menurut Epidemiolog Universitas Hasanuddin Ansariadi, S.K.M., M.Sc.PH., Ph.D mesjid jadi tempat berisiko tempat penularan Covid-19.
Ini terjadi karena di masjid berpotensi terjadinya banyak kerumunan, dari mulai kajian, shalat tarawih hingga buka puasa bersama.
"Kalau buka puasa bersama pasti ada interaksi yang cukup besar, karena orang pasti akan membuka masker, kemudian terjadi bincang-bincang, yang mungkin lebih dari waktu 15 menit," ujar Ansari dalam acara webinar HMI beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, risiko penularan Covid-19 yang bisa menjadikan masjid sebagai risiko penularan tinggi, apabila ada orang yang positif Covid-19 tanpa gejala (asimtomatik) atau yang bergejala ringan datang ke masjid tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker face shield dan sebagainya.
Baca Juga: Timun Suri Jadi Incaran Warga Aceh Timur Saat Ramadhan
Risiko itu kemudian ditambah orang yang berkomunikasi dengan orang positif Covid-19 tersebut, sama-sama tidak menggunakan masker. Selanjutnya komunikasi dilakukan lebih dari 15 menit, sehingga kemungkinan besar tertular.
"Oleh karena itu, kalau kita datang ke mesjid, rapat, berdiskusi lebih dari sekitar 15 menit tanpa menggunakan masker, itu yang besar risikonya," papar Ansari.
Melihat dari pengamatan Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, jumlah jamaah di masjid saat 2 minggu terakhir bulan Ramadhan akan cenderung berkurang. Tidak seperti pada 2 minggu pertama, jumlah jamaah yang shalat tarawih cenderung lebih padat dan lebih banyak.
"Jumlah jamaah di 2 minggu ke belakang semakin berkurang. Sehingga risikonya itu kemungkinan ada pada 2 minggu pertama, karena jamaah di masjid itu cukup penuh," pungkasnya.
Baca Juga: Tata Cara Salat Tarawih di Rumah