Suara.com - Gangguan depresi mayor sangat umum terjadi, bahkan di antara perempuan hamil. Setidaknya satu dari lima orang mengalami episode depresi mayor di beberapa titik dalam hidup mereka dan hampir dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Melansir dari Medical Xpress, antidepresan biasanya diberikan sebagai pengobatan pertama untuk depresi, termasuk selama kehamilan, baik untuk mencegah kambuhnya depresi atau sebagai pengobatan akut pada pasien yang baru mengalami depresi.
Penggunaan antidepresan melewati plasenta dan sawar darah-otak, ada kekhawatiran tentang potensi efek jangka panjang dari paparan antidepresan intrauterin pada janin.
Menggunakan Daftar Nasional Denmark untuk mengikuti lebih dari 42.000 bayi tunggal yang lahir selama 1998 hingga 2011 selama 18 tahun, para peneliti di Fakultas Kedokteran Icahn di Mount Sinai menyelidiki apakah paparan antidepresan dalam rahim akan meningkatkan risiko mengembangkan gangguan afektif seperti depresi dan kecemasan pada anak. Penelitian ini telah diterbitkan pada 5 April di Neuropsychopharmacology.
Baca Juga: Peneliti: Gabungan Obat Antijamur dan Antidepresan Bisa Lawan Virus Corona
Para ilmuwan menemukan bahwa anak-anak yang ibunya terus menggunakan antidepresan selama kehamilan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan afektif daripada anak-anak yang ibunya berhenti minum antidepresan sebelum kehamilan. Namun, belum jelas apakah masalah mental atau antidepresan yang terkait dengan risiko anak mengembangkan gangguan afektif.
Peneliti juga menemukan bahwa anak-anak dari ayah yang mengonsumsi antidepresan selama kehamilan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan afektif. Dengan demikian, tim peneliti berspekulasi bahwa alih-alih berasal dari antidepresan, kemungkinan besar masalah anak disebabkan oleh penyakit mental orang tua yang membuat mereka menggunakan antidepresan.
"Sekitar setengah dari perempuan yang menggunakan antidepresan sebelum kehamilan memutuskan untuk menghentikan penggunaan baik sebelum atau selama kehamilan karena kekhawatiran tentang konsekuensi negatif bagi anak mereka," kata Anna-Sophie Romel, Ph.D., instruktur di Departemen Psikiatri di Icahn Mount Sinai dan penulis pertama makalah.
"Studi kami tidak memberikan bukti hubungan kausal antara paparan antidepresan dalam rahim dan gangguan afektif pada anak. Jadi, sementara efek jangka panjang lainnya dari paparan intrauterin terhadap antidepresan masih harus diselidiki," imbuhnya.
Penelitian ini mendukung kelanjutan penggunaan antidepresan untuk perempuan hamil. Hal ini disebabkan karena penyakit kejiwaan yang tidak diobati selama kehamilan dapat memiliki konsekuensi negatif pada kesehatan dan perkembangan anak.
Baca Juga: Studi Terbaru Sebut Antibodi Covid-19 Terbentuk dalam ASI Ibu Menyusui