China Ingin Campur Berbagai Jenis Vaksin Covid-19, Begini Respon Kemenkes

Senin, 12 April 2021 | 18:14 WIB
China Ingin Campur Berbagai Jenis Vaksin Covid-19, Begini Respon Kemenkes
Ilustrasi vaksin COVID-19 (pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Kesehatan akan menunggu hasil uji klinis dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China yang berencana mencampur beberapa vaksin Covid-19.

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, pemerintah baru akan menentukan sikap terkait vaksin buatan China setelah hasil uji klinisnya selesai.

"Tentang adanya rencana pemerintah China mencampur vaksin, kita tunggu saja karena masih harus melewati uji klinis untuk memastikan bahwa ide atau inovasi ini memiliki efektifitas. Kemudian memiliki imunogenitas juga efikasi yang lebih baik. Sehingga baru kita bisa pertimbangkan apakah kebijakan tersebut bisa kita gunakan dalam pelaksanaan vaksinasi kita," ucap Nadia dalam konferensi pers secara daring, Senin (12/4/2021).

Seperti diberitakan bahwa China mempertimbangkan untuk mencampur berbagai vaksin Covid-19 untuk meningkatkan efektivitas. Teknik itu dilakukan kerena efektivitas vaksin dari negaranya dianggap relatif rendah.

Baca Juga: Puluhan Pekerja China Terperangkap di Tambang, Banjir Hambat Penyelamatan

Ilustrasi vaksin Covid-19. (Elements Envato)
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Elements Envato)

Meski begitu, Nadia mengatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan China, salah satunya Sinovac, telah lolos spesifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga pemerintah Indonesia turut menggunakan Sinovac dalam program vaksinasi Covid-19.

"Kita tahu uji klinis seperti Sinovac dilakukan bukan hanya di China, tapi juga di Brasil dan Turki, selain Indonesia. Efikasi dari vaksin ini sudah diberikan angkanya 65 persen. Artinya WHO sendiri mensyaratkan bahwa vaksinasi yang sudah bisa digunakan harus di atas 50 persen dan ini sudah terpenuhi," jelas Nadia.

Selain itu, dari hasil uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac di Indonesia yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran juga membuktikan bahwa peningkatan antibodi meningkat hingga 95-99 persen. 

"Jadi kalau kita bicara kemampuan untuk membentuk antibodi masih sangat baik. Kalau ada pernyataan China sendiri tentang hal tersebut kita akan tunggu lebih lanjut. Tentunya saya yakin Badan POM dan ITAGI sebagai badan berwenang untuk mereview kondisi itu akan memberikan masukan dan rekomendasi juga keputusan yang terbaik untuk pelaksanaan vaksinasi," kata Nadia.

Rencana mencampur berbagai jenis vaksin Covid-19 itu pertama disampaikan ke publik oleh direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China Gao Fu.

Baca Juga: Stok Terbatas, Vaksinasi Covid-19 Akan difokuskan Untuk Lansia dan Guru

"Pihak berwenang harus mempertimbangkan cara untuk memecahkan masalah bahwa tingkat efektivitas vaksin yang ada (di negaranya) tidak tinggi," kata Gao sebagaimana diberitakan oleh ABC Australia.

Berbicara dalam konferensi di Chengdu pada Sabtu (10/4/2021), Gao mengatakan bahwa memberi orang dosis vaksin yang berbeda adalah salah satu cara meningkatkan kemanjuran vaksin.
"Vaksinasi menggunakan vaksin dari jalur teknis yang berbeda sedang dipertimbangkan," sambungnya.

Menurutnya, mengambil langkah untuk mengoptimalkan proses vaksin, termasuk mengubah jumlah dosis dan lamanya waktu antar dosis menjadi solusi 'pasti' untuk masalah mengatasi kemanjuran. 

Namun, Gao tidak langsung menunjuk vaksin mana yang dimaksud, apakah vaksin 'asing' atau dari negaranya sendiri.
China telah mengembangkan empat vaksin domestik yang disetujui untuk penggunaan publik dan yang kelima untuk penggunaan darurat skala kecil.

Sementara itu, dua dosis vaksin produksi Sinovac memiliki keefektifan 49,1 persen ketika diberikan kurang dari tiga minggu. Ini berdasarkan data dari percobaan Fase III di Brasil, dan masih di bawah ambang batas 50 persen yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Tetapi data dari subkelompok kecil menunjukkan tingkat kemanjuran meningkat menjadi 62,3 persen ketika dosis diberikan dengan interval tiga minggu dan lebih lama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI