Suara.com - Kehadiran vaksin nusantara sempat menjadi sorotan berbagai pihak. Vaksin yang salah satunya diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto itu menuai kritik.
Salah satunya datang dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Leon Alvinda Putra. Ia meminta sejumlah pihak untuk berhenti mempolitisasi vaksin nusantara
"Kami meminta jangan sampai ada manuver atau politisasi yang cenderung membabi buta dari para wakil rakyat di Senayan terhadap Vaksin Nusantara," ujar Leon seperti dikutip dari ANTARA, Senin, (12/4/2021).
Ia menilai bahwa vaksin Covid-19 memang sangat diperlukan saat ini. Meski demikian, bukan berarti mengabaikan prosedur yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Terinspirasi dari Covid-19, Peneliti Kembangkan Vaksin Kanker dan HIV/AIDS
Tidak hanya itu, berdasarkan hasil uji klinis BPOM, ternyata vaksin nusantara ini belum lulus uji klinis fase I. Ini berarti vaksin nusantara belum lulus penilaian oleh BPOM. Leon menghimbau agar semua pihak harus paham bahwa vaksin harus memenuhi standar yang berlaku.
Ia menegaskan sebuah vaksin harus melewati tahapan uji klinis yang harus dilakukan dengan benar sesuai standar prosedur yang berlaku.
"Meskipun produk anak bangsa, tidak lantas bisa asal-asalan sehingga bisa mengorbankan nyawa banyak orang karena dipolitisir," tegas Leon dalam keterangannya, Senin, (12/4/2021).
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti pemerintah jangan cepat mengklaim secara berlebihan Vaksin Nusantara karena belum dilakukan pengujian serta penilaian secara ilmiah dan transparan oleh BPOM dan para pakar.
“Tidak boleh ada satu produk kesehatan baik itu obat, apalagi vaksin diintervensi oleh ekonomi atau politik. Jadi, harus sepenuhnya melalui tahapan prosedur ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan” ujar Dicky.
Baca Juga: China Akhirnya Ngaku Tingkat Efektivitas Vaksin Covid-19 Buatannya Rendah
Menurut Dicky pengembangan Vaksin Nusantara tidak bisa dipaksakan.
“Tidak boleh ada intervensi politik yang dibaliknya sepertinya ada kepentingan bisnis besar karena kontraproduktif dengan kaedah pembuatan vaksin yang berlaku,” tutur Dicky.
Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban, menyatakan salut dan selalu memberikan dukungan kepada Kepala Badan POM Penny Lukito yang belum memberikan izin uji klinis tahap dua Vaksin Nusantara.
“Kalau belum memenuhi kaidah klinis, ya kepala BPOM akan bilang belum. Integritas Badan POM juga sudah teruji ketika merilis EUA untuk Sinovac,” tuturnya.
Zubairi menyatakan dukungan penuh untuk pengembangan obat dan vaksin dalam rangka kemandirian Indonesia di bidang farmasi. Sejauh ini sudah dibuktikan secara tegas dan transparan oleh BPOM selama ini demi menjaga keamanan, mutu, efikasi dan manfaatnya.
"Publik harus diinformasikan dan dicerdaskan dengan penuh tanggungjawab tinggi dari kita semua. Jangan sampai terjadi pembohongan publik," kata Zubairi.
Sebelumnya, BPOM belum bisa memberikan izin kelanjutan proses pengembangan uji klinis tahap II pada Vaksin Nusantara. Akibatnya, pengembangan vaksin tersebut harus melakukan perbaikan standar prosedur terlebih dahulu. Banyak penyimpangan atau pelanggaran protokol uji klinik yang dilakukan dalam uji klinik fase I vaksin tersebut.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan tim peneliti vaksin tersebut justru didominasi orang asing. Padahal, vaksin digembar-gemborkan sebagai karya anak bangsa.
Pada saat hearing antara BPOM bersama Komnas Obat dan Tim Pakar lengkap pada tanggal 16 Maret 2021 lalu terungkap bahwa ada 9 Peneliti Asing dari Amerika Serikat yang melakukan aktifitas penelitian di RS Kariadi Semarang yang didampingi oleh peneliti dari Undip Semarang.