Suara.com - Seorang wanita mengidap gatal kronis akhirnya sembuh setelah dokter menyarankan menggunakan ganja. Padahal, wanita ini sudah mencoba segala jenis pengobatan, dari steroid hingga terapi cahaya, yang sama sekali tidak mempan.
Wanita ini didiagnosis dengan pruritus kronis selama sepuluh tahun. Ini adalah kondisi yang mengacu pada rasa gatal berlangsung lebih dari enam minggu.
Gejalanya dapat dikaitkan dengan berbagai penyakit, termasuk eksim, hipertiroidisme, dan gangguan saraf tertentu, lapor Live Science.
Dalam kasus sang wanita ini, pruritusnya berasal dari penyakit saluran empedu hati yang disebut kolangitis sklerosis primer (PSC).
Baca Juga: Jaringan Narkotika Dibongkar, Pernah Bawa 800 Kg Ganja ke Palembang
Karena kondisi ini, wanita tersebut juga mengembangkan lichen amyloidosis atau munculnya benjolan berwarna gelap dan gatal di kulit, terkadang menyatu menjadi plak tebal. Sang wanita juga memiliki plak, disertai dengan rasa gatal ekstrim.
Kolangitis sklerosis primernya dapat dikendalikan dengan obat-obatan dan tetap stabil dari waktu ke waktu, tetapi rasa gatalnya tidak kunjung membaik.
Dokter sudah meresepkan daftar perawatan, termasuk penggunaan kortikosteoid oral dan topikal hingga fototerapi. Ketika semua perawatan ini terbukti tidak berhasil, dokter beralih ke ganja medis.
Berdasarkan studi yang terbit di jurnal JAMA menunjukkan perawatan cannabinoid topikal dan sintetis dapat memberikan setidaknya sedikit kelegaan dari rasa gatal.
Penelitian lain yang terbit di Journal of American Academy of Dermatology terhadap hewan dan sel juga mengisyaratkan hasil yang sama.
Baca Juga: Nico, Terdakwa Kasus 192 Kg Ganja Lolos dari Hukuman Mati, JPU Banding
Akhirnya, dokter merekomendasikan sang wanita menggunakan ganja dua malam dalam seminggu, baik dengan merokok atau dalam bentuk tingtur (obat tetes), yakni meletakkan ekstrak ganja cair di bawah lidah.
"Dalam 10 menit setelah pemberian awal, skor Worst Itch Numeric Rating Scale (WI-NRS) miliknya menurun dari 10 dari 10, menjadi 4 dari 10," tulis dokternya dalam studi kasus yang terbit di JAMA, Kamis (9/4/2021). Skala ini berkisar dari 0 (tidak gatal) sampai 10 (gatal paling parah).
Dalam tindak lanjut pada 16 bulan dan 20 bulan kemudian, dokter menemukan tingkat gatal yang dialami sang wanita menurun drastis, yakni menjadi 0 dari 10.
"Selain sedasi ringan, dia melaporkan tidak ada efek samping. Dia melaporkan peningkatan kualitas hidup," tulis dokternya lagi.
Sang wanita ini juga sudah bisa berhenti minum obat lain yang diresepkan.
Sementara hasil pada kasus wanita itu terlihat menjanjikan, para dokter mengatakan uji klinis acak masih diperlukan untuk mengonfirmasi hasilnya.