Suara.com - Kasus pembekuan darah pada mereka yang mendapat vaksin Covid-19 AstraZeneca membuat sejumlah negara di Eropa sempat mengangguhkan penggunaan suntikan tersebut.
Kondisi tersebut membuat Australia melakukan investigasi kaitan kasus pembekuan darah yang tercatat pada Jumat terkait dengan vaksin virus corona AstraZeneca, kata seorang pejabat kesehatan.
Mereka juga meningkatkan kepedulian di negara di mana kebanyakan orang diharapkan menerima suntikan vaksin. Demikian seperti dikutip dari ANTARA.
Seperti diketahui, seorang pria berusia 44 tahun dirawat di rumah sakit Melbourne beberapa hari karena pembekuan darah setelah menerima vaksin AstraZeneca. Pria itu menderita trombosis serius dan jumlah trombosit yang rendah, atau sel darah yang berhenti mengalir.

"Penyidik saat ini belum mengonfirmasi hubungan sebab akibat dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca, tetapi penyelidikan sedang berlangsung," kata wakil kepala petugas medis, Michael Kidd, dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.
Harapanya, akan lebih banyak informasi yang bisa dikumpulkan hingga Sabtu, (3/4/2021) mendatang.
Pada Kamis (1/4), Inggris mengidentifikasi 30 kasus peristiwa pembekuan darah langka setelah penggunaan vaksin, dan beberapa negara, termasuk Kanada, Prancis, Jerman dan Spanyol, membatasi penggunaannya setelah laporan serupa.
Regulator Australia, Therapeutic Goods Administration (TGA), sebelumnya mengatakan vaksin AstraZeneca tidak terkait dengan peningkatan risiko pembekuan darah secara keseluruhan.
Dalam sebuah pernyataan pada Jumat, Kelompok Penasihat Teknis Australia untuk Imunisasi mengatakan, "Tidak ada tingkat keseluruhan yang lebih tinggi jenis pembekuan darah yang relatif umum (...) yang dilaporkan setelah vaksinasi Covid-19."
Baca Juga: Humas SMPN 11 Tangsel Angkat Bicara Soal Satpam Meninggal Habis Divaksin
Australia meluncurkan vaksinasi massal untuk 25 juta penduduknya pada Februari, dengan sebagian besar diharapkan menerima vaksin Universitas Oxford/ AstraZeneca. Pada akhir Maret, CSL Ltd memulai produksi dalam negeri sebanyak 50 juta dosis.