Suara.com - Kebijakan penguncian ekstrem yang dilakukan Korea Utara disebut menjadi kunci tidak adanya kasus Covid-19 di sana.
Namun strategi tersebut mendapat kritik dari dunia internasional, yang mengatakan rakyat Korea Utara mengalami kelaparan sebagai imbasnya.
Dilansir Channel News Asia, Korea Utara disebut-sebut tidak memiliki satupun kasus Covid-19 karena kebijakan anti corona ekstrim yang diberlakukan pemerintahbya. Namun dampaknya sangat parah dari mulai kekurangan obat, masalah kesehatan, hingga kesulitan ekonomi.
Hal ini terungkap usai Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang, Ibukota Korut mempublikasi keadaan sekitar, melalui postingan di halaman Facebook kedutaan.
Sejak Covid-19 melanda, memang negara totaliter itu segera menutup perbatasan, mengunci seluruh kota, dan melakukan berbagai langkah mencegah terjadinya wabah Covid-19.
"Tidak semua orang bisa menahan penguncian yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan menyebabkan keparahan seperti kekurangan barang esensial, termasuk obat-obatan, dan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah kesehatan," tulis postingan tersebut diwartakan Channel News Asia, Kamis (1/4/2021).
Petugas hak asasi PBB pada bulan lalu sudah memperingatkan Korea Utara jika tindakan anti corona yang diambil, mengakibatkan kesulitaan ekonomi yang sangat parah, khususnya terkait kerawanan pangan.
Korea Utara sendiri adalah negara yang miskin, dan sedang berada di bawah sanksi internasional karena program senjata nuklir dan rudal balistik yang dimilikinya.
Hingga pada akhirnya Korea Utara merugikan penduduknya, dan banyak yang menderita kekurangan pangan kronis.
Baca Juga: Korea Utara Tembakkan Dua Rudal Balistik ke Laut Dekat Jepang
Sementara itu kebijakan anti corona membuat Korut menutup semua jalur keluar dan masuk negara tersebut. Termasuk kereta lintas perbatasan antar negara.