Suara.com - Penelitian dari Buck Institute dan Stanford University menunjukkan bahwa infeksi virus kronis memiliki dampak yang mendalam dan bertahan lama pada sistem kekebalan manusia seperti proses penuaan.
Menggunakan sistem imunologi dan kecerdasan buatan, peneliti membuat profil dan membandingkan tanggapan kekebalan dalam kohort orang tua, orang dengan HIV yang dilakukan terapi anti-retroviral jangka panjang, dan orang yang terinfeksi hepatitis C (HCV).
"Peradangan kronis yang berasal dari disfungsi sistem kekebalan dikaitkan dengan banyak penyakit penuaan. Pada titik ini jelas bahwa penuaan dan infeksi virus kronis meninggalkan tanda yang dalam dan tak terhapuskan pada kekebalan," kata penulis studi David Furman, Ph.D., profesor asosiasi Buck Institute, dilansir Medical Xpress.
Perbedaan infeksi virus akut dan kronis
Baca Juga: Kekebalan Vaksin Covid-19 Lebih Melindungi dari Gejala, Bukan Penularan
Pada infeksi akut, misalnya influenza, biasanya tubuh dapat membersihkan virus secara penuh. Sistem kekebalan pun akan menghasilkan antibodi yang melindungi dari infeksi serupa di waktu lainnya.
Tetapi ada virus yang dapat tetap hidup di dalam tubuh inangnya, seperti HIV dan HCV, dan dalam beberapa kasus hal ini tidak disadari penderitanya. Inilah yang menyebabkan infeksi kronis.
Hasil penelitian
Pada pasien dengan HIV, disregulasi sistem kekebalan terlihat jelas meskipun telah diobati dengan obat penekan virus selama lebih dari sepuluh tahun.
Tetapi pembersihan HCV, melalui obat sofosbuvir, memulihkan sebagian sensitivitas sel terhadap interferon-a, yang menghambat replikasi virus. Interferon-a merupakan protein alami sebagai respon tubuh dalam melawan patogen, termasuk virus.
Baca Juga: Habis Vaksin Tak Ada Keluhan, Tanda Kekebalan Tak Bereaksi?
"Plastisitas ini berarti ada ruang untuk intervensi pada infeksi virus kronis dan penuaan. Ini hanya masalah mengidentifikasi dan memahami jalur molekuler dan jaringan yang terlibat," sambung Furman.
Makalah ini mengidentifikasi perubahan di STAT1, faktor transkripsi utama yang diaktifkan oleh interferon. STAT1 memainkan peran utama dalam respons imun normal, terutama terhadap patogen virus, mikobakteri, dan jamur.
Hasil studi ini terbit di jurnal Prosiding National Academy of Sciences pada
Bagaimana dengan Covid-19?
Furman mengatakan penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan apakahini hanya berlaku pada infeksi kronis saja, atau apakah infeksi yang relatif berumur pendek tetapi kuat seperti Covid-19 juga meninggalkan jejak yang tahan lama.
"Apakah sistem kekebalan dari mereka yang terinfeksi virus corona mendapat pukulan besar? Itu teori, tetapi kami tidak tahu apa yang akan terjadi," jelas Furman.