Suara.com - Ebola muncul kembali di Guinea, Afrika Barat, lima tahun setelah epidemi terbesar di negara tersebut. Sebanyak 18 orang terinfeksi dan 9 di antaranya meninggal.
Hal tidak biasa dari wabah kali ini adalah bahwa nampaknya penularan tidak berasal dari hewan, tetapi dari manusia. Orang-orang ini mungkin terinfeksi selama epidemi 2014 hingga 2016.
Meski Ebola dianggap sebagai infeksi jangka pendek, wabah terbaru ini menyoroti potensi besar infeksi jangka panjang.
Infeksi jangka panjang Ebola
Baca Juga: Ungkap Asal-usul Virus Corona Covid-19, Berikut Draf Laporan Tim WHO
Virus Ebola, yang terdiri dari enam spesies dan dapat menyebabkan penyakit virus Ebola atau Ebola Virus Disease (EVD) pada manusia dan hewan.
Gejala EVD bisa muncul secara cepat, seperti demam, gejala mirip flu, diare, dan pendarahan yang dapat menyebabkan kegagalan organ serta kematian. Infeksi sistemik ini ditandai dengan tingkat virus yang sangat tinggi di dalam darah, organ, dan cairan tubuh.
Berdasarkan The Conversation, penyintas EVD dapat menderita dampak jangka panjang yang melemahkan.
Dalam beberapa kasus, pasien sembuh bisa mengalami infeksi yang lebih parah, atau meninggal, pada infeksi kedua berbulan-bulan setelahnya.
Hal 'unik' dari wabah baru di Guinea ini adalah waktu infeksi yang lebih lama dari yang teridentifikasi sebelumnya. Lebih mengkhawatirkan lagi ketika virus sudah menyebabkan banyak kasus infeksi.
Baca Juga: Menko PMK Larang, Gubernur Herman Deru Izinkan Mudik asal Jangan Bawa Virus
Mengingat virus Ebola menyebabkan infeksi sistemik yang besar, virus mungkin dapat mengakses jaringan sel yang memiliki kekebalan, seperti mata atau testis.
Pada kasus yang jarang terjadi, infeksi sel dapat bertahan lama di organ-organ tersebut. Dikombinasikan dengan tingkat replikasi virus yang rendah, hal itu akan memicu penyakit kronis.
Namun, Virologi di Queen's University Belfast Connor Bamford mengatakan bahwa infeksi kronis dapat diatasi melalui program vaksinasi atau dengan merawat orang yang selamat dari EVD.
"Kita bahkan mungkin dapat memanfaatkan fenomena biologis ini untuk membuat vaksin yang lebih baik," kata Bamford.