5 Hoaks Covid-19, Paling Banyak Tersebar di Facebook

Sabtu, 27 Maret 2021 | 11:40 WIB
5 Hoaks Covid-19, Paling Banyak Tersebar di Facebook
Ilustrasi hoaks. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di antara maraknya hoaks yang beredar baik di Whatsapp maupun media sosial, hoaks kesehatan termasuk dalam 3 besar, mulai dari tips kesehatan, resep herbal, penemuan terbaru untuk pengobatan penyakit, hingga hoaks Covid-19 yang sedang kita hadapi saat ini.

"Perlu kita ketahui bahwa temuan isu hoaks perkategori, kesehatan termasuk yang tiga besar. Ada 95 persen info kesehatan di WhatsApp itu adalah hoaks. Ini bahasa dari Dewan Pers," kata ketua terpilih PB IDI, dr. Adib Khumaidi SpOT, dalam webinar Vaksin Covid-19 Fakta VS Hoaks, Program Nasional dan Arah Pemulihan Daerah bersama Suara.com pada Jumat (26/3/2021).

Menurut dr. Adib, ada 1470 hoaks terkait Covid-19 dari Januari 2020 sampai 10 Maret 2021, tersebar sebanyak 2697 di media sosial, di mana paling banyak adalah di Facebook dan Twitter.

Berikut beberapa hoaks dan fakta terkait Covid-19 yang dijelaskan oleh dr. Adib.

Baca Juga: Warga Dapat Pesan Berantai Vaksin COVID-19 Massal di Puskesmas Kramat Jati

1. Klaim: Tidak ada satu pun warga Swedia, Korea Utara, Chechnya, dan Tajikistan yang terkena Covid-19

Fakta: Dilansir dari Worldometers, hingga 23 Maret 2021, Swedia telah mencatatkan jumlah kasus Covid-19 sebanyak 744.272 orang dengan kematian 13.262 orang. Di Tajikistan, sebanyak 13.308 orang telah terinfeksi Covid-19 dan 90 orang di antaranya meninggal dunia.

Terkait kasus Covid-19 di Chechnya, sebuah wilayah berbentuk republik di Rusia, data terakhir yang berhasil ditemukan adalah data pada Mei 2020 silam yang dimuat oleh The New York Times. Ketika itu, Chechnya melaporkan 1.046 kasus dengan 11 kematian.

Sementara data kasus Covid-19 di Korea Utara tidak tersedia secara terbuka.

2. Klaim: Bila Covid-19 termasuk pandemi, seharusnya orang-orang sudah banyak yang mati bergelimpangan

Baca Juga: Kominfo Ungkap 137 Hoaks soal Vaksin Covid-19

Fakta: Pandemi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Sedangkan menurut definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pandemi adalah penyebaran penyakit baru ke seluruh dunia.

Dari pengertian tersebut, pandemi bukan ditunjukan dari banyaknya orang yang mati bergelimpangan. Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi karena hingga saat ini, penyakit itu telah menyebar ke sebagian besar negara, dengan total kasus Covid 19 mencapai 124.326.764 orang dan jumlah kematian lebih dari 2,7 juta orang.

3. Klaim: Orang positif Covid-19 yang berada di rumah lebih aman ketimbang yang berada di rumah sakit, risikonya antara hidup dan mati.

Fakta: Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan, penanganan pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 dilakukan berdasarkan gejalanya. Pasien yang tidak bergejala diimbau untuk melakukan isolasi mandiri di rumah atau di rumah sakit darurat. Bagi pasien dengan gejala berat, mereka akan diisolasi di rumah sakit atau rumah sakit rujukan.

Menurut epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemioiogi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, jumlah kematian akibat Covid 19 yang tinggi di Indonesia disebabkan oleh terlambatnya pemberian penanganan. Hal itu dipicu oleh faktor ketidaksiapan sistem kesehatan Indonesia untuk menangani pasien dengan gejala sedang hingga berat.

4. Klaim: Virus corona Covid-19 adalah virus flu biasa

Fakta: Virus Corona baru penyebab Covid-19, SARS-CoV-2 belum pernah teridentifikasi sebelumnya. SARS-CoV-2 tidak sama dengan virus corona yang umumnya beredar di antara manusia dan menyebabkan penyakit ringan, seperti flu biasa. Meskipun termasuk dalam keluarga virus corona, SARS-CoV-2 adalah virus baru yang menyerang manusia.

Flu biasa memiliki gejala pilek dan sakit tenggorokan yang umumnya ringan dan berlangsung antara 1-2 minggu. Sedangkan Covid-19 memiliki gejala kesulitan bernafas, demam, dan batuk kering. Beberapa pasien mengalami pneumonia dan diperlukan rawat inap.

5. Klaim: Beredar sebuah unggahan di media sosial Facebook yang menyatakan bahwa 17 negara telah melarang penggunaan atau penyebaran vaksin AstraZeneca.

Fakta: Beberapa negara hanya menangguhkan admisnistrasi pemesanan vaksin AstraZeneca, sambil menunggu hasil uji klinis dari WHO terkait kabar efek Penggumpalan darah pasca vaksinasi ini diberikan.

Pihak World Health Organization (WHO) dan European Medicines Agency (EMA) pada 18 Maret 2021 Mengeluarkan pernyataan untuk merekomendasikan pemakaian vaksin AstraZeneca tetap dilanjutkan. WHO dan EMA menganggap bahwa manfaat vaksin AstraZeneca lebih besar jika dibandingkan risikonya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI