Suara.com - Kepala Pusat Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan pentingnya melakukan pengawalan bersama tentang mengenai implementasi PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khusunya pasal yang berkaitan dengan kental manis.
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar Regional PP Aisyiyah, Kamis (18/3/2021).
"BKKBN mengawal dengan mendampingi keluarga-keluarga dan memperhatikan asupan gizi dari 0 hingga 24 bulan. Asupan protein dan gizi anak saat ini jauh dari harapan. Anak diberi kental manis dan makannya nasi dengan mi instan atau kerupuk, ini repot sekali,” kata Hasto.
Hasto menekankan bahwa edukasi mengenai kental manis ini penting untuk disosialisasikan.
Baca Juga: Jangan Asal Pilih, Ini Jenis Botol Susu yang Aman dan Baik untuk Bayi!
"Sebagian besar kandungan kental manis adalah gula. Lebih celaka lagi saat kita mengurai kandunganya, disebut susu tapi kandungan susunya sangat kecil sekali," jelasnya.
Ketua Umum PP Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasman mengingatkan kepada bidan untuk ikut memberi informasi secara komprehensif kepada calon ibu.
"Pola hidup, pola makan, dan juga nutrisi yang sebaiknya dikonsumsi ataupun yang harus dihindari oleh ibu dan bayi,” imbuh Emi.
Menurut Emi, konsumsi susu kental manis oleh balita tidak tepat dan karena ini, bisa jadi akan ada larangan balita mengonsumsi cairan tersebut.
Tahun lalu YAICI dan PP Aisyiyah telah melakukan penelitian tentang konsumsi kental manis pada balita di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku.
Baca Juga: Awas! Tidak Semua Jenis Susu Sapi Baik Dikonsumsi, Ini Penjelasannya
Mereka menemukan 28,96% dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97% ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari.
Sebanyak 48% para ibu mengaku mendapat sumber informasi dari media, baiik TV atau sosial media, dan 16,5% mengatakan informasi tersebut didapat dari tenaga kesehatan.
Temuan menarik lainnya, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 sampai 4 tahun (26,1%). Sementara anak usia 2 hingga 3 tahun sebanyak 23,9%, usia 1 hingga 2 tahun sebanyak 9,5%, usia 4 hingga 5 tahun sebanyak 15,8% dan 6,9% anak usia 5 tahun mengonsumsinya setiap hari.
Dari kecukupan gizi, 13,4% anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7% berada pada kategori gizi kurang dan 35,2% adalah anak dengan gizi lebih.
“Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibu kota sekalipun,” tandas Ketua Harian YAICI Arif Hidayat.