Suara.com - Munculnya varian baru virus Corona membuat pemerintah wajib melakukan antisipasi demi mencegah penyebaran virus Corona.
Terkait hal tersebut, Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mendorong pemerintah untuk mengadopsi strategi zero-Covid. Apa itu?
Zero-Covid adalah strategi yang terbukti mampu melenyapkan Covid-19 bahkan setelah transmisi lokal yang sangat masif seperti di Wuhan, China, dan di Victoria, Australia.
Mutasi virus diyakini menurunkan efektivitas vaksinasi, membuat perlindungan vaksin tidak akan efektif dalam jangka panjang. Pengalaman global ini menjadi sangat relevan untuk diterapkan seiring penyebaran virus varian baru terkini yang jauh lebih menular.
Baca Juga: Studi: Serbuk Sari di Udara Bisa Tingkatkan Risiko Infeksi Covid-19
"Tidak ada kata terlambat untuk adopsi strategi Zero-Covid. Bergantung sepenuhnya pada vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi adalah pilihan kebijakan yang beresiko tinggi," kata Meli Triana, Peneliti IDEAS dalam diskusi hasil riset yang bertajuk ‘Strategi Eliminasi Pandemi, Menuju Negeri Bebas Pandemi’ di Jakarta, Selasa (16/03/2021).
Dia menambahkan, belajar dari pengalaman global dalam menghadapi pandemi terlihat bahwa perilaku pemerintah adalah faktor kunci yang paling menentukan pengalaman krisis yang dijalani masing-masing negara.
"Negara-negara yang keras dan agresif berupaya melenyapkan Covid-19 (zero-Covid strategy), jauh lebih berhasil dalam memerangi virus dengan prospek ekonomi yang cerah dibandingkan negara-negara yang hanya sekedar berupaya mengendalikan pandemi saja," tutur Meli.
Meli menjabarkan setidaknya ada 4 bentuk strategi kebijakan yang diambil oleh negara lain dalam menghadapi pandemi global Covid-19, yaitu pertama Elimination (Zero-Covid) tujuannya melenyapkan virus dari seluruh wilayah sehingga tidak ada lagi transmisi virus di komunitas lokal.
"Semua wilayah dikontrol agar tetap berada pada ‘Zona Hijau’ dengan terus melakukan pengetatan perbatasan, pada strategi ini vaksinasi sebagai pelengkap," ujar Meli.
Baca Juga: Muncul Varian Baru Corona dari Filipina, Dua Kasus Diselidiki di Inggris
Kedua, strategi Suppression tujuannya menahan ledakan jumlah kasus dan melandaikan kurva pandemi secara signifikan dengan kebijakan yang agresif. Dipakai oleh banyak negara Eropa, Amerika Utara dan India. Pembatasan mobilitas dan 3T (testing, tracing, treatment) terus dilakukan secara berkelanjutan hingga vaksinasi massal dilakukan.
"Yang Ketiga, strategi Mitigation yang memiliki tujuan melindungi kelompok rentan dan mencegah runtuhnya sistem kesehatan nasional sehingga jumlah kasus aktif dan angka krmatian bisa terkontrol. Dalam strategi ini pemerintah menunggu adanya vaksin yang efektif agar terbentuk herd immunity masyarakat," kata Meli.
Keempat adalah Herd Immunity (No Strategy) yaitu tidak ada kebijakan substansial yang dilakukan pemerintah dan menyerahkan kepada kemampuan masing-masing individu untuk bertahan hidup. Strategi ini menunggu hingga terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) secara alamiah.
"Dari keempat strategi itu, Elimination atau Zero-Covid merupakan strategi terkuat dan juga tercatat mampu mengendalikan wabah dalam ragam kondisi berbeda terkait letak geografis, ukuran populasi, maupun sistem politik pemerintahan, seperti China, Vietnam, Singapura, Australia dan Selandia Baru," ungkap Meli.
Menurutnya keunggulan terbesar dari strategi Zero-Covid adalah memberi tujuan yang jelas dan fokus yang kuat. Berbeda dengan yang diterapkan di Indonesia yang secara kategori menerapkan strategi Mitigation dimana Seluruh intervensi hanya ditujukan untuk menahan ledakan kasus, bukan menghapuskannya.
"Lebih jauh, intervensi yang diadopsi Indonesia sangat lemah sehingga tidak mampu menurunkan mobilitas masyarakat. Transmisi virus terus terjadi dengan kecepatan yang semakin mengkhawatirkan," paparnya.
Strategi Zero-Covid jelas memiliki dampak negatif dan biaya ekonomi yang besar. Namun biaya besar melawan virus juga dialami negara lain yang hanya sekedar mengontrol-nya, dan bahkan jauh lebih besar karena menanggungnya berkali-kali seiring gelombang serangan virus berikut-nya dengan diikuti semakin buruknya prospek perekonomian.
"Sudah saatnya berhenti dari strategi setengah hati, dan secara serius beralih ke strategi eliminasi pandemi yang berkelanjutan, yang melindungi kesehatan publik dan sekaligus perekonomian," tutup Meli.