Masih Jadi Misteri, Ilmuwan Temukan Superbug Mematikan di Alam Liar

Rabu, 17 Maret 2021 | 13:44 WIB
Masih Jadi Misteri, Ilmuwan Temukan Superbug Mematikan di Alam Liar
Ilustrasi jamur (ua.depositphotos.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Untuk pertama kalinya, peneliti mendapati ada superbug mematikan yang umumnya ditemukan di rumah sakit berada di pantai pulau terpencil. Superbug merupakan kuman yang resisten atau kebal terhadap antibiotik atau antijamur.

Superbug bernama Candida auris secara misterius berada di alam liar, berdasarkan temuan yang dipublikasikan pada Selasa (16/3/2021) di jurnal mBio.

"Ini adalah misteri medis, dari mana asalnya. Ini adalah bagian dari teka-teki," kata Arturo Casadevall, ketua Departemen Mikrobiologi Molekuler dan Imunologi di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Baltimore, Maryland.

Candida auris merupakan jamur yang pertama kali ditemukan pada 2009. Seketika, jamur menyebar ke seluruh dunia dan muncul di tiga benua berbeda dalam waktu bersamaan.

Baca Juga: Waspada Virus! Tips Agar Ponsel Bebas Virus dan Bakteri

Jamur ini dapat menyebabkan infeksi aliran darah yang serius, terutama pada pasien yang memiliki kateter, selang makanan, atau selang pernapasan, lapor Live Science.

Candida auris (Cedars sinai)
Candida auris (Cedars sinai)

Infeksi bisa sulit diobati karena mikroba sering resisten terhadap beberapa obat antijamur serta dapat bertahan di permukaan lingkungan.

Meski spesies telah ditemukan di tumbuhan dan lingkungan perairan, C. auris belum pernah diidentifikasi di lingkungan alami.

Casadevall pernah berhipotesis peningkatan suhu akibat perubahan iklim mungkin telah menyebabkan jamur ini beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi di alam liar.

Karenanya, jamur dapat menginfeksi manusia, yang suhu tubuh normalnya biasanya terlalu panas bagi sebagian besar jamur untuk bertahan hidup.

Baca Juga: Terdeteksi Bakteri Salmonella, Singapura Tarik Kembali Telur dari Malaysia

Dari hipotesis itu, penulis utama studi Anuradha Chowdhary, ahli mikologi medis di Universitas Delhi, India, menganalisis sampel tanah dan air yang dikumpulkan dari 8 lokasi di sekitar Kepulauan Andaman, kepulauan tropis terpencil antara India dan Myanmar tempat ditemukannya jamur tersebut.

Para peneliti mengisolasi C. auris dari dua lokasi, yakni lahan basah rawa asin yang hampir tidak pernah dikunjungi orang, dan pantai dengan lebih banyak aktivitas manusia.

Chowdhary menemukan C. auris yang diisolasi dari pantai hampir semuanya resisten obat berganda atau multiple drug resistance dan berkaitan dengan strain yang umum ditemukan di rumah sakit.

Satu isolat yang ditemukan di rawa tidak resisten terhadap obat dan tumbuh lebih lambat pada suhu tinggi. Penemuan menunjukkan isolat ini mungkin strain C. auris yang 'lebih liar', yang belum beradaptasi dengan suhu tubuh tinggi pada manusia dan mamalia lain.

Namun, penelitian itu tidak membuktikan bahwa C. auris secara alami hidup di Kepulauan Andaman, atau berasal dari sana. Kemungkinan mikroba 'dikenalkan' oleh manusia, terutama di lokasi pantai yang banyak aktivitas manusianya.

Casadevall mengatakan penemuan baru ini kemungkinan akan memicu lebih banyak peneliti untuk mencari C. auris di lingkungan alami dan membandingkan strain liar dengan yang berasal dari rumah sakit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI