Suara.com - Bukan hanya depresi dan kecemasan, pandemi dan pembatasan wilayah memperburuk gangguan makan. Hal ini dinyatakan dalam penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Psychiatry Research.
Melansir dari Healthshots, penelitian baru menunjukkan bahwa lockdown dan pembatasan wilayah terkait dengan peningkatan gejala gangguan makan. Penelitian disusun oleh Anglia Ruskin University (ARU) di Cambridge, Inggris
Studi longitudinal tersebut meneliti perilaku dan sikap 319 anggota klub kesehatan selama musim panas tahun 2020. Para peneliti menindaklanjuti penelitian awal tentang perilaku adiktif atau tidak sehat yang dilakukan pada 2019 untuk menyelidiki efek pembatasan Covid-19.
Peserta, dengan usia rata-rata 37 tahun menyelesaikan tes sikap makan yang disebut EAT-26.
Baca Juga: Gara-Gara Ini, Pandemi Virus Corona Tingkatkan Risiko Gangguan Makan!
Para peneliti menemukan bahwa skor rata-rata EAT-26 telah meningkat secara signifikan pada tahun 2020 setelah penguncian dibandingkan dengan 2019. Hal ini menunjukkan tingkat perilaku makan yang tidak wajar seperti anoreksia dan bulimia yang lebih tinggi.
“Kami tidak dapat mengatakan dengan pasti bahwa Covid-19 bertanggung jawab atas peningkatan perilaku yang terkait dengan gangguan makan ini," ujar Mike Trott, peneliti PhD di Anglia Ruskin University (ARU) yang memimpin penelitian tersebut.
"Namun, kami tahu bahwa orang sering menggunakan makanan sebagai mekanisme mengatasi stres dan jelas banyak orang telah terpengaruh oleh peristiwa stres dan perubahan signifikan selama 12 bulan terakhir,” imbuhnya.
Trott lebih lanjut mencatat, bahwa mereka juga menemukan bahwa gejala kecanduan olahraga turun setelah pembatasan wilayah pertama.