Suara.com - Anak-anak perempuan dari keluarga misikin menjadi kelompok yang paling rentan akibat krisis ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19, demikian dikatakan aktivis perempuan dan Nahdlatul Ulama, Kalis Mardiasih.
Kalis mengatakan bahwa turunnya pendapatan akibat krisis ekonomi di tengah pandemi lebih mengancam anak-anak perempuan di Indonesia, yang sering kali oleh keluarganya sendiri dianggap sebagai beban.
Anak-anak perempuan dalam keluarga miskin biasanya didorong untuk berhenti sekolah, menikah muda, atau dipaksa untuk bekerja.
“Ketika anak ini tidak sekolah maka dia dikawinkan, karena pandangan patriarki, mereka dianggap sebagai beban keluarga. Dengan mengawinkannya itu artinya membuang beban keluarga. Karena dia akan menjadi beban untuk keluarga lain,” kata Kalis dalam diskusi online, Kamis (12/3/2021).
Baca Juga: Kalis Mardiasih: Candaan Seksis Positifkan Istri saat Covid-19 Tidak Lucu
Ia membeberkan berdasarkan survei Smeru Research Institue, pada masa pandemi antara Oktober dan November 2020, hampir tiga perempat (74,3%) keluarga di Indonesia mengalami penurunan pendapatan dari yang mereka terima pada bulan Januari 2020. Survei ini melibatkan 12.216 sampel rumah tangga yang tersebar di 34 provinsi.
Di samping itu, merujuk pada data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, angka pernikahan dini atau perkawinan anak pada usia dini meningkat menjadi 24.000 saat pandemi.
Sementara, dalam catatan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, terdapat 34.000 permohonan dispensasi pernikahan yang diajukan pada Januari hingga Juni 2020. Sebanyak 97 persen permohonan dikabulkan, 60 persen yang mengajukan dispensasi pernikahan adalah anak di bawah 18 tahun.
“Jadi ini masalah-masalah yang tidak bisa kita abaikan, ketika menghadapi anak perempuan atau remaja perempuan itu kita berbicara tentang generasi masa depan. Kita akan berbicara secara keseluruhan,” ujar Kalis.
Lebih lanjut Kalis menekankan bahwa anak-anak yang lahir dari pernikahan dini akan memunculkan permasalahan baru, yang berdampak langsung terhadap pembangunan sebuah negara.
Baca Juga: Mengenang Ma Kyai Sin, Aktivis Perempuan Menentang Kudeta Myanmar
“Artinya dia akan menjadi korban kehamilan di usia anak. Dia akan menjadi korban kematian ibu usia anak. Dia akan menjadi korban KDRT usia anak, dan selanjutnya-selanjutnya. Ini berkaitan,” tegasnya.
“Isu perempuan karena dampak pandemi ini membuat kita mundur dari perjuangan-perjuangan yang sudah dicapai dengan merangkak. Kemudian mundur ke puluhan tahun lalu,” pungkas Kalis Mardiasih.