Suara.com - Indonesia menetapkan 7 jenis vaksin Covid-19 yang akan digunakan dalam program vaksinasi virus Corona nasional.
Tujuh jenis vaksin tersebut dibeli dari berbagai negara, mulai dari Amerika Serikat, China, hingga India. Apa alasannya membeli vaksin dari negara-negara tersebut?
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, salah satu alasan membeli vaksin dari banyak negara adalah mengantisipasi adanya penahanan penjualan alias embargo.
"Kita takut kalau ada apa-apa atau ada embargo dari suatu negara dan ini sudah kejadian. AstraZeneca itu punya Inggris dan sekarang mereka menahan. Kemarin mau kirim ke Australia tapi mereka tahan katanya untuk rakyatnya dulu," kata Budi, usai meninjau vaksinasi massal di Kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes Provinsi Bengkulu, Kamis (11/3/2021).
Baca Juga: Vaksinasi Lansia di Korea Selatan Akhirnya Gunakan Vaksin AstraZeneca
Beruntungnya, stok vaksin AstraZeneca yang masuk ke Indonesia bukan dari Inggris, melainkan dari Korea Selatan dan India.
Saat ini, kata Budi, Indonesia menjalin kerjasama dengan lima negara penyedia vaksin Covid-19 yakni China produsen vaksin SinoVac, Korea Selatan dan India vaksin AstraZeneca, Jerman vaksin Pfiser dan Amerika vaksin Novavax.
Khusus vaksin AstraZeneca buatan Korsel dan India saat ini sudah tiba di Tanah Air sebanyak 1 juta dari 11 juta dosis. Vaksin itu merupakan kerjasama multilateral dengan WHO untuk negara-negara berkembang.
"Amerika punya vaksin, namanya Johnson dan Johnson (J&J) yang cuma sekali suntik dan itu tidak boleh keluar dari negaranya. Vaksin ini rebutan sekali. Kenapa kita memilih empat karena kalau satu nyangkut kita ada di tempat lain," paparnya.
Menkes menyebut suplai vaksin di Indonesia hingga Juni mendatang diperkirakan baru mencapai 80 hingga 90 juta dosis atau sekitar 24 persen dari total kebutuhan yakni 363 juta vaksinasi yang menyasar 181,5 juta orang.
Baca Juga: Botol Pertama Vaksin Virus Corona di Amerika Serikat Dimuseumkan
Sedangkan suplai terbesar yang diperkirakan mencapai 75 hingga 76 persen berlangsung pada Juli hingga Desember 2021 mendatang.
Menurutnya, keterbatasan ketersediaan vaksin ini membuat pemerintah harus berusaha keras mengatur jadwal pelaksanaan vaksinasi agar dilakukan secara bertahap supaya tidak ada kegiatan vaksinasi yang terhenti.
"Banyak yang bilang negara lain bisa suntik satu juta per hari. Saya bilang kalau kita juga satu juta per hari, selama tiga hari selesai terus satu bulan berikutnya ngapain," ucapnya.
Budi menjelaskan pemerintah menargetkan peningkatan jumlah vaksinasi harian dari Februari lalu hanya sekitar 100 ribu vaksinasi per hari dan pada Maret hingga April dinaikkan menjadi 500 ribu vaksinasi per hari.
Kemudian pada Mei dan Juni ditargetkan mencapai satu juta vaksinasi per hari, lalu setelahnya yakni Juli hingga Desember bisa mencapai lebih dari satu juta vaksinasi per hari. [ANTARA]