Suara.com - Menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Rita Rogayah, prevalensi pasien penyakit ginjal kronik di Indonesia cukup tinggi.
Apalagi penyakit ginjal membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Sayangnya, tidak semua rumah sakit di Indonesia dapat memberi pelayanan penyakit ginjal kronik yang memadai.
"Dan yang penting adalah, bagaimana sumber daya manusia yang berkompeten melakukan pelayanan ginjal ini yang perlu dipikirkan lagi, karena belum memadai jumlahnya," ungkap Rita dalam konferensi pers, Rabu (10/2/2021) kemarin.
Untuk itu, Rita menekankan pentingnya deteksi dini penyakit ginjal sehingga tata laksana pengobatannya bisa dilakukan dengan cepat. "Jadi di sini adalah tanggung jawab kita bagaimana meningkatkan deteksi dini,” paparnya lagi.
Baca Juga: RS Eka Hospital Pekanbaru Tambah Layanan Hemodialisa atau Cuci Darah
Di sisi lain, Rita percaya bahwa upaya untuk menekan angka kematian pasien penyakit ginjal serta memperbaiki kualitas hidup pasien ginjal kronik menjadi tanggung jawab bersama termasuk tanggung jawab pemerintah lewat kampanye gerakan GERMAS atau Gerakan Masyarakat Sehat.
"Ini salah satu yang bisa dilakukan untuk mengetahui penyakit-penyakit yang katastropik dan komorbid, dan jangan terlambat. Di sini sudah dijelaskan bagaimana kita melakukan aktivitas fisik, konsumsi yang seimbang, lingkungan kita, dan bagaimana edukasi dan perilaku hidup sehat," ungkapnya.
Untuk penguatan pelayanan kesehatan ginjal di Indonesia, Rita mengaku harus melakukan beberapa kegiatan dan regulasi termasuk memperbaiki sistem informasinya, meningkatkan akses fasilitas kesehatan, serta meningkatkan sarana dan prasarana, peralatan, dan Sumber Daya Manusia.
"Penting juga, mutu yang ada di fasilitas kesehatan tersebut. Ini diharapkan dapat terwujudnya akses pelayanan ginjal di pelayanan dasar dan rujukan yang berkualitas. Sehingga masyarakat betul-betul mendapat pelayanan yang bermutu," tandasnya.
Baca Juga: Kemenkes Tracing 4 Kasus Baru Corona Inggris di Sumatera dan Kalimantan