Suara.com - Akibat pandemi, penyakit difteri mungkin bisa mengancam masalah kesehatan di masa depan. Difteri adalah penyakit sangat menular yang menyerang hidung, tenggorokan, dan terkadang kulit. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan bernapas, gagal jantung dan kelumpuhan, dan jika tidak ditangani terkadang dapat mengancam jiwa.
Melansir dari Independent, difteri adalah infeksi yang berpotensi serius tetapi saat ini mudah dicegah. Sayangnya penyakit ini berkembang menjadi kebal terhadap antibiotik dan bahkan dapat membuat vaksin yang ada tidak efektif lagi.
Hal ini disebabkan karena wabah virus corona telah menunda vaksinasi difteri dan penyakit ini telah berkembang jadi 18 varian.
Dalam studi yang diterbitkan pada hari Senin (8/3/2020), para peneliti dari Inggris dan India yang dipimpin oleh para ilmuwan di Universitas Cambridge menggunakan genomik untuk memetakan infeksi. Penyakit ini terutama disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae dan menyebar melalui batuk, bersin dan kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bikin Program Vaksin Difteri dan Tetanus Menurun Drastis
Para peneliti menganalisis genom dari 61 bakteri yang diisolasi dari pasien dan menggabungkannya dengan 441 genom yang tersedia untuk umum. Mereka juga menggunakan informasi ini untuk menilai keberadaan gen resistensi antimikroba (AMR) dan menilai variasi toksin.
Para peneliti menemukan kelompok bakteri serupa secara genetik yang diisolasi dari banyak benua, paling umum Asia dan Eropa menunjukkan bakteri penyebab infeksi telah ada di antara populasi manusia setidaknya selama lebih dari satu abad.
Studi ini juga menemukan 18 varian berbeda dari toksin difteri, komponen utama penyebab penyakit yang menjadi target vaksin. Kehadiran varian tersebut berpotensi mengubah struktur toksin dan menurunkan efektivitas vaksin.
"Vaksin difteri dirancang untuk menetralkan racun, sehingga setiap varian genetik yang mengubah struktur toksin dapat berdampak pada seberapa efektif vaksin tersebut," kata Profesor Gordon Dougan dari Cambridge Institute of Therapeutic Immunology and Infectious Disease (CITIID).
"Meskipun data kami tidak menunjukkan bahwa vaksin yang digunakan saat ini tidak akan efektif, fakta bahwa kami melihat keragaman varian racun yang terus meningkat menunjukkan bahwa vaksin perlu dievaluasi secara teratur," imbuhnya.
Baca Juga: Cegah Campak dan Difteri, Imunisasi Wajib Dilakukan di Tengah Pandemi
Tim tersebut menunjuk pada dampak negatif pandemi pada jadwal vaksinasi anak di seluruh dunia dan menekankan betapa pentingnya memahami bagaimana difteri berkembang dan menyebar.
"Kita tidak boleh mengalihkan pandangan kita dari bola salju difteri, jika tidak ini bisa menjadi ancaman global yang besar lagi," tambah Dr Ankur Mutreja, dari CITIID.