Suara.com - Dokter tidak dapat memprediksi dengan pasti bagaimana kondisi setelah orang yang didiagnosis Covid-19, apakah mereka akan pulih dengan cepat atau justru mengalami komplikasi fatal.
Efek Covid-19 yang terkadang berbeda pada setiap anak dan orang dewasa kemungkinan berasal dari perbedaan dalam respons kekebalan.
Berdasarkan laman blog direktur National Institutes of Health Amerika Serikat Francis S Collins, gagasan tersebut datang dari studi baru yang terbit dalam jurnal Nature Medicine.
Studi tersebut membandingkan respon kekebalan antara anak-anak dan orang dewasa penderita Covid-19.
Baca Juga: Sederhana Saja, Ini 4 Cara Menjaga Kekebalan Tubuh
Hasilnya menunjukkan bahwa respon antibodi pada anak-anak dan orang yang sakit Covid-19 ringan sanga mirip. Namun, penyebab komplikasi dari penyakit pernapasan ini diduga didorong oleh dua jenis antibodi yang berbeda dalam berbagai aspek respon imun.
Penemu teori ini adalah ahli paru pediatrik Lael Yonker, Pusat Fibrosis Kistik Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), Boston, dan ahli imunologi Galit Alter, Institut Ragon dari MGH,
Mereka membandingkan profil antibodi dari empat kelompok berbeda dan melihat bahwa orang dewasa dan anak-anak penderita Covid-19 ringan tidak menunjukkan perbedaan mencolok dalam profil antibodi mereka.
Perbedaan hanya terlihat ketika peneliti membandingkan antibodi anak yang mengalami komplikasi sindrom inflamasi multisistem (MIS) dengan orang dewasa yang mengalami Covid-19 parah.
Pada anak yang mengalami MIS, peneliti mendapati tingkat antibodi imunoglobulin G (IgG) tinggi, antibodi yang biasanya membantu mengendalikan infeksi akut.
Baca Juga: Tak Cuma Mudah Menular, Virus Corona Brasil Mampu Hindari Kekebalan Alami
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel-sel kekebalan pemulung yang disebut makrofag, untuk mendorong peradangan dan penyakit yang lebih parah.
Sedangkan pada orang dewasa dengan Covid-19 parah, ada peningkatan antibodi jenis lain yang disebut imunoglobulin A (IgA).
Antibodi tersebut tampaknya berinteraksi dengan sel kekebalan neutrofil, yang dapat menyebabkan pelepasan sitokin.
Jika sitokin yang dilepaskan terlalu banyak, maka akan mengakibatkan 'badai sitokin'. Ini adalah gejala parah yang berkaitan dengan gangguan pernapasan, kegagalan banyak organ, dan komplikasi lainnya.
Meski penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan, Collins berharap temuan ini dapat membantu ahli kesehatan dalam mengobati dan melindungi orang-orang dari komplikasi Covid-19 paling parah.