Suara.com - Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan pola hidup masyarakat semakin sedentari. Pembatasan aktivitas keluar rumah yang dibarengi dengan peningkatan waktu berada di depan gadget, menyebabkan penurunan aktivitas fisik.
Belum lagi, adanya peningkatan konsumsi makanan, terutama makanan siap saji dan pangan olahan yang dipesan secara online untuk menemani keseharian selama di rumah saja.
Secara tidak disadari, kondisi ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya obesitas, yang kedepannya dapat berdampak pada peningkatan penyakit tidak menular dan beban ekonomi negara.
Melihat hal ini, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, DR. Dhian Dipo, MA, mengajak masyarakat untuk tetap dapat mengambil nilai positif dari kondisi saat ini dengan menjadikan pandemi sebagai titik awal untuk kembali pada pola kehidupan yang sehat dan konsumsi gizi seimbang untuk meningkatkan imunitas.
Baca Juga: Catatan Kemenkes untuk Hari Obesitas Dunia: Banyak Diidap Kaum Perempuan!
"Gizi seimbang dapat diterapkan dalam isi piring untuk sekali makan yang dipenuhi dengan aneka ragam makanan dan bersumber pangan lokal yang memiliki kandungan fungsional bagi tubuh. Cermat memilih makanan sehat dengan memperhatikan label makanan ketika membeli produk merupakan langkah awal bijak dalam pemenuhan gizi harian bersumber pangan olahan," jelas dia dalam workshop yang diselenggarakan Nutrifood bersama Kemenkes dan Badan Pengawas obat dan Makanan (BPOM), Kamis (4/3/2021).
Koordinator Kelompok Standardisasi Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Yusra Egayanti, S.Si, Apt, MP menjelaskan, kelebihan berat badan dan obesitas dapat dicegah dengan pengaturan pola makan dengan prinsip gizi seimbang.
Salah satunya dengan membatasi asupan gula garam lemak yang dikonsumsi. Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, masyarakat disarankan untuk lebih cermat dalam membaca label kemasan pangan olahan yang dikonsumsi.
Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.
Idealnya, lanjut dia, dalam sehari, masyarakat dapat mengonsumsi tidak lebih dari, gula sebanyak 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan, garam sebanyak 5 gram atau setara dengan 1 sendok teh, dan lemak total sebanyak 67 gram atau 5 sendok makan.
Baca Juga: Obesitas Bikin Sakit Parah Saat Terinfeksi Covid-19, Kok Bisa?
"Dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit salah satunya obesitas, prediabetes dan diabetes," ungkap Yusra Egayanti.
Apalagi, lanjut dia, kumlah sajian yang dikonsumsi memengaruhi jumlah kalori dan dan asupan zat gizi. Misalkan sajian per kemasan adalah 15 maka jika kita konsumsi seluruh isi kemasan maka kita akan peroleh 1500 kkal.
Atau per sajian (27 gram) energi total adalah 150 kkal dengan 60 kkal dari lemak, maka energi per kemasan adalah 2250 kkal dan 900 kkal dari lemak, artinya dengan konsumsi 1 kemasan kita memenuhi 2250/2150 kkal kebutuhan kalori. Selain itu tentunya harus memperhatikan asupan dari pangan lainnya baik yang diolah di rumah atau dari jajanan di restoran.
"Membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak sesuai anjuran Kementerian Kesehatan RI berperan penting sebagai pencegahan risiko prediabetes dan diabetes terutama bagi orang dengan obesitas. Selain itu, perlu didukung juga dengan menjaga pola makan sehat, rutin berolahraga, istirahat yang cukup dan deteksi dini," tutup Head of Marketing Nutrifood, Susana, S.T.P., M.Sc., PD.Eng.