Suara.com - Sebuah penelitian yang disusun oleh para peneliti dari University of North Carolina (UNC) di Chapel Hill menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama melaporkan gejala depresi dan kecemasan yang meningkat secara signifikan selama pandemi. Penelitian ini telah diterbitkan pada jurnal PLOS ONE.
Melansir dari Medical Xpress, penelitian ini didasarkan pada survei terhadap 419 mahasiswa di Carolina. Kamudian para peneliti mengikuti kelompok mahasiswa tahun pertama yang sama sebelum dan setelah pandemi dimulai.
"Mahasiswa tahun pertama tampaknya berjuang dengan isolasi sosial dan beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh," kata penulis utama studi Jane Cooley Fruehwirth, seorang profesor di UNC-Chapel Hill Department of Economics dan seorang rekan fakultas di Carolina Population Center .
Menggunakan data survei, peneliti menemukan prevalensi kecemasan sedang hingga berat pada mahasiswa tahun pertama yang meningkat 40 persen. Dari 18,1 persen sebelum pandemi menjadi 25,3 persen dalam waktu empat bulan setelah pandemi dimulai. Sementara prevalensi depresi sedang hingga berat pada tahun-tahun pertama meningkat 48 persen, dari 21,5 persen menjadi 31,7 persen.
Baca Juga: Demi Lovato Tak Lagi Mengikuti 'Budaya Diet', Ngakunya Lebih Nyaman
Depresi paling parah adalah siswa kulit hitam yang insiden depresinya meningkat sebesar 89 persen. Depresi dan kecemasan juga meningkat secara dramatis di antara siswa minoritas seksual dan gender.
Temuan mereka menunjukkan bahwa perjuangan kesehatan mental siswa dikaitkan dengan pembelajaran jarak jauh dan isolasi sosial.
Fruehwirth mengatakan hasil tersebut menunjukkan kesulitan yang dihadapi perguruan tinggi saat mereka menentukan cara terbaik membantu siswa yang mengandalkan instruksi jarak jauh selama pandemi.
Salah satu cara perguruan tinggi dapat membantu siswa tahun pertama adalah dengan mengembangkan solusi kreatif untuk membantu mereka merasa tidak terlalu terisolasi secara sosial. Cara lainnya adalah membantu mereka sukses sebagai pembelajar jarak jauh.
"Bahkan sebelum pandemi, perguruan tinggi berjuang untuk menemukan cara menangani krisis kesehatan mental yang berkembang di kampus mereka," kata Fruehwirth.
Baca Juga: Gak Ada Enak-enaknya, Ini Risiko Bila Memilih Selingkuh dari Pasangan
"Sekarang dengan semua tekanan pandemi, sumber daya semakin ketat namun kebutuhan kesehatan mental siswa semakin meningkat. Masalah ini tidak akan hilang begitu saja dan penting agar kita mengatasi hal ini sebelum siswa mencapai tahap krisis," imbuhnya.