Suara.com - Memperingati Hari Obesitas Dunia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengajak masyarakat untuk tidak menganggap remeh masalah berat badan berlebih.
Menurut Kemenkes, masyarakat perlu memahami obesitas bukan sekadar kondisi fisik tetapi telah diklasifikasikan sebagai penyakit kronis.
Kementerian Kesehatan juga mencatat bahwa jumlah orang obesitas di Indonesia terus meningkat sejak 2007.
Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 lalu misalnya, prevalensi obesitas sebanyak 11,1 persen hingga kemudian naik 26,3 persen pada 2013 dan kembali naik menjadi 35 persen pada 2018.
Baca Juga: Setahun Pandemi Covid-19, Pemerintah Akui Kendalanya Masih Sama
"Jadi kalau hitung-hitungan sekitar 70 juta jiwa. Artinya satu dari tiga orang Indonesia yang dewasa mengalami obesitas," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes., dalam webinar perayaan Hari Obesitas Dunia, Rabu (3/3/2021).
Dokter Cut menyampaikan bahwa separuh jumlah obesitas dialami oleh perempuan, seperempat prevalensinya laki-laki, dan sisanya anak-anak.
"Terbanyak adalah perempuan 44,4 persen dan laki-laki itu 26,6 persen. Kalau dilihat secara provinsi itu tertinggi ada di provinsi Sulawesi Utara," imbuhnya.
Selain gaya hidup, menurut dokter Cut, obesitas juga bisa dipengaruhi faktor lingkungan dan budaya sosial, seperti adat makan besar ketika merayakan sesuatu.
"Jadi memang inilah masalahnya, tidak ada orang berobat ke dokter karena gemuk. Ini yang harus diinformasikan kepada masyarakat kita bahwa berat badan berlebih Itu sudah merupakan faktor resiko penyakit," ujar dokter Cut.
Baca Juga: Kembali Dapat Jatah 10 Juta Vaksin Covid-19, Kemenkes: Indonesia Beruntung
Jika tubuh sudah terlanjur obesitas, justru kondisi itu sudah masuk kategori penyakit. Target Kemenkes, untuk menumbuhkan pemahaman masyarakat bahwa berat badan berlebih adalah faktor risiko penyakit.
Dokter Cut mengingatkan agar setiap orang harus menjaga berat badan tetap ideal. Selain itu juga untuk mengubah gaya hidup dalam pola konsumsi makanan.
Ia menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, belanja pokok pertama orang Indonesia adalah makanan siap saji.
"Kedua rokok, ketiga baru beras. Jadi memang yang pertama, pangan siap saji yang dibeli itu mengandung tinggi gula, garam, dan lemak," katanya.