Suara.com - Sejak awal pandemi virus corona Covid-19, orang gemuk dan obesitas telah dikaitkan dengan kondisi yang lebih parah. Hal ini justru bisa memicu peningkatan kasus gangguan makan karena orang ingin menurunkan berat badan.
Karena, semua orang memang disarankan untuk rutin olahraga dan tetap menjaga berat badan selama pandemi virus corona Covid-19.
Royal College of Psychiatrists pun mengatakan bahwa orang yang lebih muda pun banyak terpaku dengan retorika ini. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang yang kelebihan berat badan 2 kali lebih berisiko meninggal akibat virus corona Covid-19.
Sir Simon Stevens mengatakan bahwa tingkat obesitas yang tinggi mungkin telah berkaitan dengan tinggi kasus kematian akibat virus corona di Inggris.
Baca Juga: Mutasi Baru Virus Corona B117 Ditemukan di Indonesia, Tantangan Makin Berat
Sejauh ini, lebih dari 122.000 orang Inggris telah meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona Covid-19. Lebih dari seperempat orang Inggris mengalami obesitas dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30.
Sir Simon, kepala eksekutif NHS Inggris pun menduga kasus kelebihan berat badan ini mungkin jadi penyebab pandemi virus corona di Inggris cukup buruk.
Sementara itu, ketua fakultas gangguan makan Royal College of Psychiatrist, Dr Agnes Ayton, mengatakan masa isolasi mandiri selama pandemi virus corona membuat orang lebih susah interaksi sosial maupun mendapatkan layanan medis.
"Semua orang mendapat pesan kesehatan masyarakat tentang olahraga dan menurunkan berat badan selama pandemi. Jika orang yang menerima pesan berusia muda dan memiliki kekhawatiran tentang berat badannya, pasti akan merasa dibombardir oleh pesan tersebut," kata Dr Agnes Ayton dikutip dari The Sun.
Kondisi itulah yang bisa membuat seseorang berpikir harus menurunkan berat badannya lebih keras. Sehingga memicu tingginya kasus gangguan makan demi menurunkan berat badan.
Baca Juga: Jadi Ancaman Vaksinasi, Filipina Catat 6 Kasus Virus Corona Afrika Selatan
Apalagi pandemi virus corona ini memberikan banyak ketidakpastian, terutama terkaita dengan pekerjaan dan kehidupan sehari-harinya.
Dr Ayton mengatakan ketidakpastian selama pandemi virus corona ini akan memicu kecemasan di antara orang yang mengalami atau memiliki gangguan makan.
"Kecemasan ini membuat orang-orang membeli banyak barang atau bahan makanan yang bisa bertahan lama. Beberapa makanan ini, termasuk pasta atau biskuit yang bisa menjadi makanan pemicu bagi orang dengan gangguan makan atau bulimia," jelasnya.
Data bulan Desember 2020 oleh NHS Inggris menunjukkan perawatan medis pada pasien gangguan makan meningkat sebesar sepertiga dalam dua tahun terakhir.
Sepanjang tahun 2019 hingga 2020, tercatat ada 21.794 kasus gangguan makan. Artinya, kasus ini naik 32 persen dari 2 tahun sebelumnya dan pasien di bawah usia 18 tahun juga naik seperlima.
Selain itu, hampir setengah dari 418 kasus gangguan makan anak-anak usia 10 hingga 12 tahun adalah perempuan dengan anoreksia.
Di beberapa daerah di negara itu, Dr Ayton mengatakan perawatan bagi mereka yang menderita gangguan makan telah dihentikan karena peraturan jarak sosial.
Saat ini terdapat sekitar 455 kasus rawat inap akibat gangguan makan pada orang dewasa di Inggris. Bahkan sebagian besar layanan medis untuk orang dewasa ini berlangsung di ruangan sempit akibat pandemi.
"Jumlah orang yangd irujuk ke rumah sakit akibat gangguan makan parah, sebagian kecil berpotensi meninggal dunia," jelasnya.